Ummu
Salamah RA, atau nama aslinya Hindun binti Abu Umayyah, berasal dari Bani
Makhzum, ayahnya termasuk seorang bangsawan Arab yang ternama dan dermawan. Ia
dinikahi Rasulullah SAW dalam keadaan janda.
Pernikahan pertamanya dengan Abu
Salamah, atau Abdullah bin Abdul Asad, didasari dengan rasa saling mencintai seolah tak bisa dipisahkan. Suatu ketika
ia berkata kepada suaminya, "Aku pernah mendengar bahwa jika seorang
menikah dan saling mencintai, kemudian suaminya meninggal dan istrinya tidak
menikah lagi dengan siapapun, maka istrinya akan masuk surga dan mendapatkan
lelaki yang diinginkannya. Begitu juga jika istri yang meninggal dahulu,
kemudian suaminya tidak menikah lagi dengan wanita lainnya, maka ia akan masuk
surga dan memperoleh wanita yang diidamkannya. Oleh karena itu marilah kita
saling berjanji untuk tidak menikah lagi jika salah satu dari kita meninggal
dunia."
Mendengar pernyataan istrinya ini, Abu Salamah berkata, "Apakah engkau mau mentaati perintah saya?"
Mendengar pernyataan istrinya ini, Abu Salamah berkata, "Apakah engkau mau mentaati perintah saya?"
"Ya,"
Kata Ummu Salamah, "Karena itu aku bermusyawarah denganmu agar aku bisa
menaatimu."
"Jika
aku meninggal dahulu, menikahlah engkau,'" Kata Abu Salamah.
Kemudian ia
berdoa, "Ya Allah, apabila saya meninggal nanti, nikahkanlah Ummu Salamah
dengan lelaki yang lebih baik daripada saya, yang tidak akan menjadikan hatinya
bersedih, yang tidak akan memberikan kesulitan kepadanya."
Allah mengabulkan doa Abu Salamah ini, dan sepeninggalnya ternyata Nabi SAW berkenan untuk menikahi Ummu Salamah.
Allah mengabulkan doa Abu Salamah ini, dan sepeninggalnya ternyata Nabi SAW berkenan untuk menikahi Ummu Salamah.
Suami
istri ini telah memeluk Islam pada masa awal Islam didakwahkan. Dalam
perjalanan hijrah ke Madinah bersama suami dan anaknya, kerabatnya dari Bani
Mughirah tidak merelakan kepergiannya dan mereka merebut kendali onta yang
membawanya. Anaknya, Salamah bin Abu Salamah yang dalam gendongannya direbut
oleh kerabat suaminya dari Banu Abdul Asad, tetapi tidak membiarkan suaminya,
Abu Salamah untuk membawanya hijrah ke Madinah.
Tinggallah Ummu
Salamah bersama kaumnya, tetapi ia selalu dalam keadaan sedih karena jauh dari
orang-orang yang dicintainya, suami dan anaknya serta saudara-saudaranya sesama
muslim. Setiap sore Ummu Salamah keluar, duduk di atas batu sambil menangis
hingga larut malam. Keadaan yang menyedihkan
ini berlangsung hingga setahun, sampai akhirnya salah satu kerabatnya meminta
kepada pemuka Bani Mughirah untuk melepaskan dan membiarkannya hidup bersama
suaminya, dan permintaan ini disetujui. Saat itu Bani Abdul Asad pun memberikan
kembali anaknya. Ia pun menyusul suaminya berhijrah ke Madinah.
Ummu Salamah menunggang unta hanya berdua dengan anaknya. Sampai di Tan'im, tidak jauh dari Makkah, ia berjumpa dengan Utsman
bin Thalhah (saat itu belum memeluk Islam), yang kemudian bertanya kepadanya, "Mau
kemana engkau, berjalan sendirian?"
"Saya
akan menemui suamiku di Madinah?"
"Apakah
tidak ada yang menemanimu?" Utsman setengah tidak percaya, karena Madinah
jaraknya jauh sekali, sekitar limaratus kilometer mengarungi padang pasir dan memerlukan waktu
berhari-hari.
Tetapi dengan
mantap Ummu Salamah berkata, “Tidak ada siapa-siapa lagi selain Allah!"
Utsman mengambil kendali unta yang
ditunggangi Ummu Salamah dan membawanya berjalan ke arah Madinah. Jika tiba
waktunya istirahat, ia merendahkan unta di dekat sebuah pohon dan menjauh,
sehingga Ummu Salamah bisa turun dengan mudah. Setelah akan berangkat lagi, ia
merendahkan unta sampai Ummu Salamah naik, dan memegang lagi kendalinya ke arah
Madinah. Begitulah terjadi berulang-ulang dalam beberapa hari. Ketika telah
sampai di Quba, Utsman bin Thalhah berkata, "Suamimu berada di sini,"
Utsman
membiarkan Ummu Salamah mengendalikan untanya sendiri, dan ia berjalan kembali
ke arah Makkah.
Ketika telah bertemu dengan suaminya, Abu Salamah , ia
menceritakan perjalanannya, dan kemudian berkata, “Demi Allah, selama setahun
saya mengalami berbagai kesusahan dan penderitaan, belum pernah saya bertemu
orang sebaik dia (Utsman bin Thalhah)."
Abu
Salamah, suami Ummu Salamah wafat pada bulan Jumadil Akhir tahun 4 Hijriah,
akibat luka parah yang diperolehnya pada perang Uhud, dan kambuh lagi ketika ia
memimpin pasukan untuk memerangi Bani Asad.
Setelah menjadi
janda, iapun teringat akan pesan dan juga doa suaminya, agar ia menikah lagi.
Untuk itu, ia dengan tekun melafalkan doa yang pernah diajarkan Rasulullah SAW,
doa ketika mendapat musibah, yaitu : Allahumma Ajirnii fii mushiibatii, wakhlufnii
khoiron minha (Ya Allah, berilah pahala
atas musibah yang saya alami ini, dan gantilah dengan yang lebih baik)
Namun disela-sela doanya, ia
sering berfikir, siapakah lelaki yang lebih baik daripada Abu Salamah? Pernah Abu
Bakar menyatakan keinginan untuk menikahinya, tetapi Ummu Salamah menolak.
Begitu juga ketika Umar bin Khaththab bermaksud menikahinya
Ketika Nabi SAW
meminangnya, ia bertanya dalam hati, inikah pengabulan doa Abu Salamah dan
doaku? Namun demikian ia berkata kepada Nabi SAW, "Wahai Rasulullah, anak
saya banyak, dan saya mempunyai sifat cemburu yang besar. Selain itu, tidak ada
wali yang akan menikahkan saya..!"
Mendengar alasan ini, dengan senyum Nabi SAW bersabda, "Yang menjaga anak-anak adalah Allah SWT, dan insya Allah sifat cemburu itu akan berangsur hilang, karena seseorang tidak akan terus-menerus marah. Mengenai wali, Salamah adalah walimu…!"
Ummu Salamah akhirnya menerima pinangan Nabi SAW ini. Pernikahan ini terjadi pada bulan Syawal tahun 4 Hijriah. Ummu Salamah lahir sekitar sembilan tahun sebelum kenabian, jadi ia berusia sekitar 26 tahun ketika menikah dengan Nabi SAW, wafat pada usia 84 tahun pada tahun 62 hijriah.
Mendengar alasan ini, dengan senyum Nabi SAW bersabda, "Yang menjaga anak-anak adalah Allah SWT, dan insya Allah sifat cemburu itu akan berangsur hilang, karena seseorang tidak akan terus-menerus marah. Mengenai wali, Salamah adalah walimu…!"
Ummu Salamah akhirnya menerima pinangan Nabi SAW ini. Pernikahan ini terjadi pada bulan Syawal tahun 4 Hijriah. Ummu Salamah lahir sekitar sembilan tahun sebelum kenabian, jadi ia berusia sekitar 26 tahun ketika menikah dengan Nabi SAW, wafat pada usia 84 tahun pada tahun 62 hijriah.
Ummu
Salamah dinikahi Nabi SAW setelah wafatnya Zainab binti Khuzaimah, dan ia menempati
rumah yang sebelumnya ditinggali Zainab. Ketika Aisyah RA mendengar pernikahan
ini, ia ingin melihat wajah Ummu Salamah, karena
kabar yang didengarnya, Ummu Salamah ini seorang wanita yang sangat cantik.
Secara diam-diam ia berusaha agar bisa melihat wajahnya. Setelah berhasil, ia
berkata, "Ternyata memang benar, dia lebih cantik daripada berita yang
saya dengar…!"
Ketika bertemu Hafshah, dan menceritakan tentang Ummu Salamah, dan Hafshah berkata, Menurut saya, dia tidaklah secantik apa yang dikatakan orang-orang…!"
Ketika bertemu Hafshah, dan menceritakan tentang Ummu Salamah, dan Hafshah berkata, Menurut saya, dia tidaklah secantik apa yang dikatakan orang-orang…!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar