Dihyah al Kalbi RA adalah seorang
sahabat yang mempunyai wajah, janggut (jenggot), perawakan dan usia yang menyerupai
Malaikat Jibril AS saat berwujud sebagai manusia. Usai perang Khandaq, dimana
Nabi SAW dan para sahabat beristirahat, datanglah Malaikat Jibril AS dalam ujud
manusia menemui Nabi SAW, dan berkata, "Apakah engkau telah meletakkan
senjata?Jangan demikian! Para malaikat sama
sekali belum meletakkan senjata! Keluarlah engkau menuju Bani Quraizhah, dan
perangilah mereka!"
Ketika Nabi SAW
melewati Bani Ghanm, penduduk sekitar masjid yang dilewati kalau menuju rumah
beliau, beliau bertanya tentang siapa yang baru saja lewat, merekapun berkata, "Telah
melewati kami, Dihyah bin Kalbi!"
Dalam riwayat
lain disebutkan, saat itu Nabi SAW sedang bersama istri beliau, Ummu Salamah
RA, Malaikat Jibril datang kepada Nabi SAW dalam wujud manusia. Setelah Malaikat
Jibril berlalu, Nabi SAW bertanya kepada istrinya itu tentang siapa tamu yang
baru datang, Ummu Salamah menjawab, "Dia adalah komandan tentara,
Dihyah…"
Nabi SAW
tersenyum dan menjelaskan bahwa tamu tersebut adalah Malaikat Jibril AS.
Inilah kesaksian
tentang kesamaan Dihyah al Kalbi dengan penjelmaan Malaikat Jibril sebagai
manusia.
Dihyah al Kalbi
RA diutus Nabi SAW untuk menemui Kaisar Romawi, Hiraqla (secara umum dikenal
dengan nama Hiraklius) dengan membawa surat
Nabi SAW tentang ajakan untuk masuk Islam. Surat yang dibacakan di dalam majelis Kaisar
Hiraqla, juga dihadiri Abu Sufyan dan teman-temannya yang sedang berdagang di
Syam, tidak memperoleh tanggapan positif dari pembesar-pembesar Romawi yang
hadir. Sedangkan Hiraqla sendiri melihat adanya kebenaran atas apa yang
diserukan Rasulullah SAW, apalagi setelah tanya jawabnya yang panjang lebar
dengan Abu Sufyan tentang pribadi dan latar belakang kehidupan Nabi SAW.
Hiraqla
memanggil Uskup kota
Iliya di Syam, Ibnu Nathur, yang biasanya menjadi rujukan dalam soal keagamaan,
dan juga mendatangkan Dihyah al Kalbi dalam pertemuan tersebut. Ibnu Nathur ini
di samping sebagai uskup, juga sahabat Hiraqla. Setelah mendengar penjelasan
Hiraqla dan juga Dihyah, Ibnu Nathur membacakan beberapa ayat-ayat injil, dan
akhirnya membenarkan kenabian Nabi Muhammad SAW dan seketika memeluk Islam.
Tetapi Hiraqla sendiri tidak mau mengikuti sikap uskup ini walau sebenarnya
kebenaran itu makin menguat di hatinya. Tidak ada lain yang menghalanginya
memeluk Islam kecuali takut kehilangan kekuasaannya. Bahkan beberapa panglima
perangnya sudah mengancam tidak akan mengakui kedudukannya jika ia memenuhi
seruan Nabi SAW.
Dihyah al Kalbi sering
menemui sang uskup untuk lebih mengenalkan dan mengajarkan Islam. Pada hari
ahadnya, sang uskup tidak hadir untuk memberikan ceramah dan nasihat seperti
biasanya, padahal orang-orang Romawi yang menjadi jamaahnya telah berkumpul.
Begitupun berulang pada beberapa hari ahad berikutnya, sehingga akhirnya orang-orang
Romawi mengancam untuk membunuhnya jika tidak keluar.
Sang uskup, Ibnu
Nathur menitipkan surat
pada Dihyah untuk Nabi SAW tentang keislamannya, dan menyampaikan pada Nabi apa
yang dilihatnya. Setelah itu Ibnu Nathur keluar menemui orang-orang Romawi,
tidak dengan pakaian gereja kebesaran seperti biasanya, tetapi memakai pakaian
putih. Ia mengucapkan syahadat di hadapan mereka sehingga mereka begitu murka
dan akhirnya membunuh sang Uskup yang selama ini dipatuhi dan mereka dengar dan
patuhi nasehat-nasehatnya.
Dihyah al Kalbi
yang menjadi saksi langsung peristiwa mengenaskan tersebut, menceritakan
peristiwa itu kepada Nabi SAW sekaligus menyerahkan surat sang Uskup, Ibnu Nathur untuk beliau. Surat tersebut dibacakan untuk Nabi SAW, dan mendoakan kebaikan dan keberkahan untuk Ibnu Nathur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar