Abdurrahman bin Auf termasuk
dalam kelompok sahabat as Sabiqunal
Awwalun , ia memeluk
Islam pada hari-hari pertama Islam didakwahkan, yakni lewat perantaraan Abu
Bakar ash Shiddiq. Ia juga termasuk dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk
surga ketika masih hidupnya. Sembilan orang lainnya adalah empat khalifah
Khulafaur Rasyidin, Abu Bakar, Umar Utsman dan Ali, kemudian Abu Ubaidah bin
Jarrah, Sa’d bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair
bin Awwam R.Hum.
Abdurrahman bin
Auf termasuk seorang sahabat yang selalu berhasil dalam perniagaannya, sehingga
hartanya selalu berlimpah. Apapun bidang usaha yang ditekuninya selalu
memberikan keuntungan, sehingga ia sempat takjub atas dirinya sendiri, dan
berkata, "Sungguh mengherankan diriku ini, seandainya aku mengangkat batu
tentulah kutemukan emas dan perak di bawahnya."
Namun
kekayaannya yang melimpah tidak menjadikannya takabur. Orang yang belum pernah
mengenalnya, bila bertemu untuk pertama kali, mereka tidak akan bisa membedakan
antara dirinya sebagai tuan dan pelayan/pegawainya, karena kesederhanaan
penampilannya.
Pernah ia dipusingkan
dengan hartanya yang begitu berlimpah sehingga ia begitu gelisah dan tidak bisa
tidur. Istrinya yang bijak dan penuh keimanan memberikan saran yang bisa
menentramkan hatinya. Sang istri berkata, "Hendaknya hartamu engkau bagi
tiga, dengan sepertiganya, engkau carilah saudaramu seiman yang berhutang dan
lunasilah hutang mereka. Sepertiganya lagi, carilah saudaramu seiman yang memerlukan
uang dan berilah mereka pinjaman. Dan sepertiganya lagi, engkau pakai sebagai
modal perniagaanmu…"
Ketika Nabi SAW
menyeru agar umat Islam bersedekah untuk mendanai Perang Tabuk, Abdurrahman bin
Auf menyedekahkan seluruh hartanya yang berjumlah sekitar 200 uqiyah atau 8000
dirham. Umar bin Khaththab mengadukan sikap Abdurrahman kepada Nabi SAW karena
tidak menyisakan apapun untuk keluarganya, sedangkan ia sendiri menyedekahkan
separuh hartanya sebanyak 100 uqiyah, separuhnya lagi ditingalkan untuk keperluan
keluarganya.
Karena pengaduan
Umar ini, Rasulullah SAW memanggilnya, kemudian bertanya, "Wahai
Abdurrahman, apakah engkau meninggalkan sesuatu untuk keluarga yang engkau
tinggalkan!"
"Benar, ya
Rasulullah!" Kata Abdurrahman, "Aku telah meninggalkan untuk keluargaku
sesuatu yang lebih baik dan lebih banyak daripada apa yang kusedekahkan!"
"Berapa?"
Nabi SAW bertanya.
"Kebaikan
dan rezeqi yang dijanjikan oleh Allah dan RasulNya!"
Rasulullah SAW membenarkan
sikapnya dan menerima alasan Abdurrahman tersebut.
Suatu hari,
beberapa tahun setelah Rasulullah SAW wafat, terdengar suara bergemuruh dan
debu mengepul menuju kota Madinah, seolah-olah
ada pasukan yang sedang menyerbu kota
Madinah. Ummul Mukminin, Aisyah RA berkata, "Apa yang sedang terjadi di kota Madinah ini?”
Seseorang
menjelaskan bahwa kafilah dagang Abdurrahman bin Auf baru datang dari Syam,
sebanyak 700 kendaraan penuh dengan barang yang bermacam-macam. Masyarakat
Madinah menyambut dengan gembira kedatangan kafilah tersebut karena mereka
pasti akan ikut merasakan manfaatnya. Mendengar penjelasan tersebut, Aisyah
tercenung sesaat seolah-olah mengingat sesuatu, kemudian ia berkata, "Aku
ingat Rasulullah SAW pernah bersabda : Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan
perlahan-lahan. Ini yang mungkin dimaksud beliau…."
Sebagian riwayat
menyebutkan, sabda Nabi SAW tentang dirinya tersebut dengan redaksi yang
berbeda, yakni : Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkak, dan beberapa
redaksi lainnya yang intinya adalah ia “tertunda” karena terlalu banyaknya
harta kekayaannya. Walaupun ia memperoleh harta kekayaannya dengan jalan halal
dan membelanjakan atau mengeluarkan dengan jalan halal pula, tetapi ia harus
melewati hisab yang tentunya lebih lama dibanding sahabat-sahabat as Sabiqunal
Awwalin lainnya.
Sebagian
sahabat yang mendengarkan ucapan Aisyah tersebut menyampaikan ucapan tersebut
kepada Abdurrahman bin Auf. Ia segera ingat, bahwa Nabi SAW memang pernah
bersabda seperti itu, dan ia juga ingat bahwa beliau memberitakan, bahwa
pertanyaan akhirat tentang umur dan ilmu hanya satu, tetapi tentang harta ada
dua, bagaimana mendapatkannya dan dimana/bagaimana membelanjakannya?
Sebelum sempat
barang perniagaannya diturunkan dari kendaraan, ia bergegas menemui Aisyah, dan
berkata, "Anda telah mengingatkanku akan hadits, yang sebelumnya tak
pernah kulupakan. Dengan ini saya memohon dengan sangat anda menjadi saksi,
bahwa kafilah dagang dan semua muatan berikut kendaraan dan perlengkapannya kubelanjakan
di jalan Allah SWT."
Sewaktu ia sakit
keras menjelang ajalnya, Aisyah mendatanginya dan menawarkan agar jenazahnya
nanti dimakamkan di halaman rumahnya, sehingga berdekatan dengan makam
Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar yang ada di dalam rumahnya. Tetapi ia memang
seorang yang rendah hati, ia merasa malu diberikan penghargaan yang setinggi
itu, ia memilih untuk dimakamkan didekat makam sahabatnya yang telah
mendahuluinya, Utsman bin Madz'um RA di Baqi.
Pada detik-detik terakhir nyawanya akan dicabut, ia
sempat menangis dan berkata, "Aku khawatir dipisahkan dari
sahabat-sahabatku karena kekayaanku yang melimpah ini…"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar