Jarir bin Abdullah termasuk
kalangan sahabat yang memeluk Islam pada masa-masa akhir, yakni mereka yang
memeluk Islam setelah terjadinya Fatkhul Makkah, dimana kekuatan Islam yang
bermarkas di Madinah mulai diakui dan ditakuti oleh masyarakat di Jazirah
Arabia dan sekitarnya, termasuk Romawi dan Persia.
Ketika datang
kepada Nabi SAW untuk berba'iat, Jarir mengatakan akan selalu mendengar dan
taat, baik pada hal yang disukainya, atau hal yang dibencinya. Mendengar hal
itu, Nabi SAW bersabda, "Apakah kamu mampu melakukannya?
Berhatilah-hatilah! Lebih baik engkau katakan : Dalam hal yang aku mampu
melakukannya."
Ini adalah bentuk kasih sayang
dan kelembutan Nabi SAW atas umatnya, beliau tidak ingin membebani pada umatnya,
sesuatu yang mereka tidak mampu. Maka Jarir meralat ba'iatnya sesuai dengan
yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW, dan juga berba'iat untuk menasehati kaum
muslimin.
Suatu ketika
Nabi SAW bersabda kepadanya, "Mengapa tidak engkau senangkan hatiku
berkenaan dengan Dzul Khalasah?"
Dzul
Khalasah adalah berhala kaum jahiliah dari suku Khas'am yang sering disebut
Ka'bah Yamaniah. Jarir langsung menanggapi pernyataan Nabi SAW ini, ia
berangkat dengan seratus limapuluh orang pengendara kuda yang mahir dari suku
Ahmas. Tetapi ternyata Jarir sendiri yang mengalami kesulitan untuk tetap di
atas kudanya. Nabi SAW mendatanginya dan menepuk dadanya sehingga meninggalkan
bekas sambil berdoa, "Ya Allah, tetapkanlah ia di atas kudanya dan
jadikanlah ia penunjuk yang benar…"
Segera saja
Jarir berhasil menguasai kudanya dan ia berangkat ke Dzul Khalasah bersama
rombongannya. Setelah berhasil menghancurkan berhala tersebut, Jarir mengirim
utusan kepada Nabi SAW mengabarkan keberhasilannya, dan beliau mendoakan
keberkahan bagi pengendara kuda dari suku Ahmas tersebut dan para pemimpinnya,
yakni Jarir, bahkan beliau mendoakannya sampai lima kali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar