Hathib bin Abi
Balta'ah RA diutus oleh Nabi SAW membawa surat
ajakan memeluk agama Islam kepada penguasa Iskandariah di Mesir, Muqauqis.
Kehadirannya disambut dengan baik oleh Muqauqis, ia dipersilahkan untuk
menginap di istananya. Muqauqis mengumpulkan pembesar dan ahli perangnya untuk
menemui Hathib. Setelah membaca surat
dari Nabi SAW, terjadilah beberapa pembicaraan di antara mereka.
"Beritahukanlah
kepadaku tentang sahabatmu itu, bukankah ia seorang nabi?" Tanya Muqauqis.
"Beliau
adalah seorang utusan Allah," Kata Hathib mengawali, kemudian ia memberikan
penjelasan lagi tentang Nabi SAW dan risalah Islam yang dibawa beliau.
Muqauqis
bertanya lagi, "Mengapa ia -dalam kedudukannya sebagai seorang nabi- tidak
berdoa supaya kaumnya dibinasakan karena mereka telah mengusirnya dan
orang-orang yang mempercayainya dari kampung halamannya?"
"Bukankah
engkau percaya Isa bin Maryam seorang utusan Allah?" Kata Hathib
diplomatis.
Ketika Muqauqis mengiyakan,
ia berkata lagi, "Mengapakah ia -ketika kaumnya ingin menyiksa dan
menyalibnya- tidak mau berdoa untuk
keburukan kaumnya, dengan memohon agar Allah membinasakan mereka, malah
Allah mengangkatnya ke langit dunia?"
Muqauqis tidak
berkutik ketika pertanyaannya menjadi senjata makan tuan bagi dirinya sendiri.
Kemudian ia berkata, "Engkau adalah orang yang bijaksana, datang dari sisi
orang yang sangat bijaksana."
Muqauqis belum bersedia
memeluk Islam, tetapi tidak menghalangi dakwah Islam di Iskandariah dan sekitarnya.
Ia memberikan hadiah untuk Nabi SAW berupa kain, baghal dan tiga hamba sahaya,
dua di antarannya wanita, yakni Mariyah al Qibtiyah yang dinikahi Rasulullah
SAW, dan satunya lagi dihadiahkan Nabi SAW kepada Hassan bin Tsabit al Anshari. Sedangkan
hamba lelaki bernama Sirin, dihadiahkan Nabi kepada Muhammad bin Qais al Abdi.
Nabi SAW membalas dengan memberikan hadiah-hadiah
lebih baik dan menakjubkan kepada Muqauqis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar