Juwairiyah binti Harits adalah
putri dari pemimpin bani Musthaliq dari Suku Khuza’ah, Harits bin Abu Dhirar.
Harits menghimpun kekuatan untuk menyerang Madinah, beberapa kabilah Arab ikut
bergabung. Kegiatannya ini diketahui oleh Nabi SAW, dan beliau mengirim
Buraidah bin Hushaib al Aslamy untuk mengecek kebenaran berita ini. Setelah
memperoleh informasi yang lengkap dan benar, beliau memimpin pasukan untuk
meyerang mereka, sehingga terjadilah pertempuran Bani Musthaliq atau al Muraisi’,
karena terjadi di mata air al Muraisi milik Bani Musthaliq di Qudaid.
Juwairiyah binti
Harits seorang yang cantik jelita dan wajahnya selalu berseri-seri. Jika
berjalan, ia selalu menundukkan pandangannya (ghadul bashar). Sebelumnya ia
telah menikah dengan Musafi bin Shafwan. Sekitar tiga hari sebelum terjadinya
perang Bani Musthaliq ini, Juwairiyah bermimpi melihat bulan terbit dari arah
Yatsrib (Madinah), kemudian jatuh ke pangkuannya. Ia menafsirkan, bahwa kelak
ia akan menjadi istri dari pemimpin Madinah, yakni Nabi SAW.
Ketika ia
menjadi tawanan pasukan muslim, ia sangat berharap mimpinya itu akan menjadi
kenyataan. Tetapi saat pembagian ghanimah, ia jatuh ke tangan Tsabit bin Qais. Ketika
Juwairiyah menyampaikan keinginannya untuk dibebaskan, Tsabit bersedia memenuhinya
dengan tebusan sembilan uqiyah emas. Maka ia menemui Rasulullah SAW dan
berkata, "Wahai Rasulullah, saya adalah putri pimpinan dari kaum saya Bani
Musthaliq, yaitu Harits bin Abu Dhirar, dengan musibah yang menimpa saya ini,
tentu engkau mengetahui keadaan saya. Sementara Tsabit menentukan tebusan
kebebasan saya yang begitu tinggi, yang di luar kemampuan saya. Karena itu saya
menghadap engkau untuk memperoleh jalan keluar dari masalah saya ini…!"
Mendengar keluhan
Juwairiyah ini, beliau bersabda, "Aku
akan memberikan jalan keluar yang lebih baik dari semua itu, aku akan
memberikan harta kepadamu, jadi engkau bisa membayar tebusan kebebasanmu dari
Tsabit, setelah itu aku akan menikahimu..!"
Juwairiyahpun
sangat gembira mendengar ini, yang secara tidak langsung adalah lamaran Nabi
SAW atas dirinya. Ini juga berarti mimpi yang dialaminya sebelum terjadinya
pertempuran telah menjadi kenyataan, seperti yang didambakannya. Karena itu
segera saja ia menyetujui dan menerima jalan keluar yang diberikan Rasulullah
SAW.
Pernikahan Nabi
SAW dengan Juwairiyah ini ternyata berdampak besar. Para
sahabat yang mempunyai tawanan dari Bani Musthaliq, serta merta membebaskan
mereka dari tawanan atau perbudakannya. Hal ini dilakukannya sebagai wujud
penghargaan mereka atas Nabi SAW dan kepada Bani Musthaliq, yang putri
pimpinannya menjadi salah satu Ummahatul Mukminin. Para
sahabat itu berkata, “Mereka adalah besan Rasulullah SAW.”
Diriwayatkan ada
100 keluarga sahabat yang membebaskan sekitar 700 orang tawanan Bani Musthaliq
tanpa sepeserpun meminta uang tebusan. Sungguh suatu keberkahan besar dari
pernikahan Nabi SAW ini.
Juwairiyah dinikahi Nabi SAW pada bulan Sya'ban tahun
6 hijriah, ketika ia berusia 20 tahun. Ia wafat di Madinah pada bulan Rabi'ul
Awwal tahun 50 hijriah, dalam usia 65 tahun. Tetapi riwayat lain menyebutkan
bahwa ia wafat pada tahun 56 hijriah pada usia 70 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar