Ayyasy bin Abi Rabiah masih
kerabat Nabi SAW dan memeluk Islam pada masa-masa awal. Ketika akan hijrah ke
Madinah, ia berencana berangkat bertiga dengan Umar bin Khaththab dan Hisyam
bin Ash, dan bertemu di lembah Tanadhib, 6 mil dari Makkah. Tetapi Hisyam
dihalangi dan disiksa oleh kaum kafir Quraisy, sehingga mereka hanya berangkat
berdua.
Setelah beberapa
saat tiba di Quba, Abu Jahal bin Hisyam dan Harits bin Hisyam, yang masih
saudara sepupunya datang membawa berita bahwa ibunya bersumpah tidak akan
menyisir rambutnya bertemu dengannya, tidak akan berteduh dari panas matahari
hingga melihat wajahnya. Mendengar hal itu, Ayyasy menjadi kasihan dengan
ibunya, iapun bermaksud kembali ke Makkah. Tetapi Umar mengingatkannya, bahwa itu
hanyalah tipu muslihat orang kafir agar ia meninggalkan agama Islam. Karena
cintanya kepada sang ibu, Ayyasy berkata, "Aku akan kembali dan
melaksanakan sumpah ibuku itu, sekaligus aku akan mengambil hartaku yang
kutinggalkan di Makkah."
Sekali
lagi Umar mengingatkan akan kelicikan muslihat orang kafir Quraisy, bahkan ia
menjanjikan membagi dua
hartanya dengan Ayyasy asalkan tidak kembali ke Makkah. Tetapi Ayyasy telah
berketetapan hati kembali demi ibunya yang sangat dicintai dan dihargainya. Akhirnya
Umar merelakan sahabatnya tersebut kembali, tetapi ia memberikan untanya yang
penurut kepada Ayyasy, dengan pesan , jika sewaktu-waktu ia melihat gelagat
tidak baik, hendaknya ia memacu unta tersebut kembali ke Madinah.
Mereka bertiga
kembali ke Makkah. Dan seperti yang dikhawatirkan Umar, Abu Jahal dan Harits
memperdaya Ayyasy, tidak lama setelah mereka meninggalkan batas Madinah. Abu
Jahal berkata, “Wahai keponakanku, demi Allah, ontaku ini sudah sangat
kepayahan. Maukah engkau memboncengkan aku di punggung ontamu??”
“Boleh!!” Kata
Ayyasy, tanpa prasangka apapun.
Kemudian ia
menderumkan untanya, dan Abu Jahal naik di belakang Ayyasy. Tetapi seketika itu
ia mendekap tubuh Ayyasy dengan erat, dan Hisyam mengeluarkan tali yang telah
dipersiapkannya, dan mengikat Ayyasy dengan erat. Mereka membawanya ke Makkah dalam
keadaan terikat. Sampai di Makkah ,
ia disiksa dengan hebat dan
dipaksa untuk murtad, sehingga akhirnya ia menuruti kemauan mereka. Hal yang
sama terjadi pada Hisyam bin Ash yang terpaksa murtad karena beratnya siksaan
yang ditimpakan kepada mereka.
Saat itu ada
anggapan, orang yang murtad tidak akan diterima lagi taubatnya dan tidak
berarti lagi keislamannya. Karena itu keduanya selalu dirundung kesedihan
walaupun dalam keadaan bebas bergerak di Makkah. Tetapi kemudian turun wahyu
Allah, surat az
Zumar ayat 53-55, yang berisi larangan berputus asa dari Rahmat Allah, bahwa Allah
mengampuni semua dosa-dosa. Umar mengirim seorang utusan dengan membawa surat kepada dua
sahabatnya itu, yang memberitahukan turunnya wahyu Allah tersebut. Kemudian
keduanya mengikuti utusan Umar tersebut ke Madinah dengan sembunyi-sembunyi, dan
kembali ke pangkuan Islam.
Sebagian riwayat
menyebutkan, mereka berdua tidak sampai murtad, karena itu mereka diikat dan
dipenjarakan di suatu tempat. Suatu ketika Nabi SAW bersabda kepada para
sahabat yang sedang berkumpul, “Siapakah yang sanggup mempertemukan aku dengan
Ayyasy (bin Abi Rabiah) dan Hisyam (bin Amr)??”
Walid bin Walid,
yakni saudara Khalid bin Walid yang telah memeluk Islam sejak awal didakwahkan,
berkata, “Wahai Rasulullah, sayalah yang akan membawa keduanya ke hadapan
engkau!!”
Setelah
berpamitan kepada Nabi SAW, Walid segera memacu untanya menuju Makkah. Ia
memasuki kota
Makkah dengan sembunyi-sembunyi, dan secara kebetulan ia bertemu dengan wanita
yang ditugaskan mengantar makanan untuk Hisyam dan Ayyasy. Iapun mengikuti
wanita tersebut, hingga mengetahui tempat penahanan keduanya, yakni sebuah
rumah tanpa atap, tetapi pintunya dikunci dengan kuat.
Ketika keadaan
sepi dan aman, Walid memanjat tembok rumah tersebut untuk memasukinya. Setelah
melepaskan ikatan yang membelenggu Hisyam dan Ayyasy, ketiganya keluar dengan
memanjat tembok juga, dan meninggalkan Makkah dengan menunggang unta milik
Walid yang memang cukup kuat, sehingga mampu membawa tiga orang tersebut hingga
sampai di Madinah dengan selamat.
Dalam
perang Yarmuk di masa Khalifah Umar, Ayyasy terluka parah, begitu juga dengan
Harits bin Hisyam dan Ikrimah bin Abu Jahl. Harits meminta dibawakan air, tetapi
kemudian menyuruhnya untuk diberikan kepada Ikrimah. Sebelum sempat minum, Ikrimah
meminta agar air diberikan kepada Ayyasy. Tetapi Ayyasy wafat sebelum sempat
minum air tersebut. Ketika dibawa kembali ke Ikrimah, ia telah meninggal. Begitu
juga ketika dibawa kepada Harits, ia telah wafat sebelum air minum itu kembali
kepadanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar