Minggu, 21 September 2014

Ummu Aiman RA

Ummu Aiman adalah wanita yang sangat dekat dengan kehidupan Nabi SAW. Sejak masa kanak-kanak ia telah bersama beliau, yakni menjadi pembantu rumah tangga ibunya, Aminah binti Wahb. Ketika Aminah meninggal di Abwa setelah berziarah ke makam suaminya, Abdullah bin Abdul Muthalib (Ayahanda Nabi SAW) di Yatsrib (yang di masa Islam berganti nama menjadi Madinah), Ummu Aiman-lah yang setia menemani dan menghibur beliau, yang ketika itu baru berusia 6 tahun, hingga sampai di Makkah. Kemudian ia mengantar dan menyerahkan beliau kepada sang kakek, Abdul Muthalib.
Ummu Aiman memeluk Islam pada masa-masa awal di Makkah. Ia dinikahkan Nabi SAW dengan Zaid bin Haritsah, sahabat kesayangan, yang juga pernah menjadi anak angkat beliau. Nabi SAW memang pernah bersabda, bahwa barang siapa yang ingin menikah dengan seorang wanita ahli surga, hendaklah menikahi Ummu Aiman. Zaid segera saja menyambut ‘tawaran’ Nabi SAW tersebut, walau sebenarnya ia wanita yang umurnya lebih tua dari dirinya dan berkulit hitam. Dari pernikahannya ini, ia mempunyai seorang putra yang diberi nama Usamah bin Zaid, yang juga menjadi sahabat kesayangan beliau.
Beberapa hari setelah Nabi SAW wafat, Abu Bakar yang telah menjadi khalifah berkata kepada Umar, "Marilah kita berkunjung ke tempat Ummu Aiman, sebagaimana Rasulullah SAW dahulu sering berkunjung ke sana..!!"
Umar menyetujui ajakan Abu Bakar, dan mereka berdua melangkah ke rumah Ummu Aiman. Setibanya di  sana, mereka berdua mendapati Ummu Aiman sedang menangis. Mereka berkata, "Apakah yang menjadikan engkau menangis? Bukankah engkau tahu bahwa apa yang disediakan Allah untuk Rasulullah SAW sangat baik?"
Ummu Aiman berkata, "Sesungguhnya saya menangis bukan karena itu, saya tahu bahwa yang disediakan Allah untuk Rasulullah SAW sangat baik, tetapi saya menangis karena wahyu dari Allah telah telah terputus…!!"
Mendengar penjelasan tersebut, Abu Bakar dan Umar ikut menangis juga.
Ketika khalifah Umar bin Khaththab syahid terbunuh, Ummu Aiman menangis sambil berkata, “Hari ini Islam menjadi lemah!!”
Mungkin ia pernah mendengar sabda Nabi SAW bahwa Umar adalah ‘gembok’ dari fitnah umat Islam, sehingga setelah kematiannya kaum muslimin mulai dilanda fitnah yang terjadi di antara sesamanya. Walau secara kuantitas (jumlah) dan realitas (tampak nyata), kaum muslimin makin kuat dan makin luas wilayah kekuasaannya, tetapi secara kualitas sedikit demi sedikit makin menurun, dan mulai terjadi pertentangan di antara sesama kaum muslimin sendiri.
Tidak lama setelah itu, yakni duapuluh hari kemudian setelah kematian Umar, Ummu Aiman menyusul pulang ke hadirat dan rammat Ilahi dalam keadaan tenang. Seolah ia tidak ingin terlibat, atau bahkan sekedar melihat fitnah yang telah terjadi di antara kaum muslimin, yang mungkin akan membuatnya menangis tiada hentinya.          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar