Minggu, 21 September 2014

Abdullah Dzulbijadain al Muzanni RA

Abdullah Dzulbijadain al Muzanni, ia telah menjadi yatim ketika masih seorang bayi. Karena ibunya seorang yang tidak mampu untuk membiayai kehidupannya, ia diasuh oleh salah seorang saudara ayahnya. Pamannya ini membiayai dan mendidiknya hingga menjadi seorang pemuda perkasa dan tercukupi segala kebutuhannya.
Suatu ketika ia mendengar tentang dakwah Nabi SAW, dan hatinya tersiram hidayah untuk memeluk Islam. Karena merasa berhutang budi kepada pamannya yang telah membesarkan dan mendidiknya, ia meminta ijin untuk bisa mengikuti risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, tetapi pamannya menentang keras keinginannya tersebut. Hatinya yang telah terpikat keimanan, rasanya tidak ada yang bisa membuatnya berpaling walaupun digantikan dengan kekayaan seisi bumi, karena itu ia berkata, "Wahai paman, aku akan mengikuti Nabi Muhammad SAW dan memeluk agama yang disampaikannya, tidak masalah, engkau menolak atau mengijinkannya…!!"
"Baiklah kalau begitu..," Kata pamannya dengan marah, "Aku telah mengambil dan merawatmu ketika engkau masih telanjang, tanpa sepotong kainpun yang menutupimu. Kalau engkau masih kukuh dengan keinginanmu, silahkan keluar dari rumahku ini, seperti ketika engkau memasukinya, yakni dalam keadaan telanjang…!!"
Sungguh pilihan yang berat, bagaimana mungkin ia menghadap Nabi SAW untuk berba'iat memeluk Islam dalam keadaan telanjang? Tetapi haruskan ia berpaling dari cahaya kebenaran yang begitu benderang menerangi hatinya? Suara hatinya tidak mungkin dihindarinya lagi, ia melepas semua pakaiannya dan menanggalkan semua perhiasan atau aksesoris yang memang pemberian pamannya tersebut, kemudian keluar rumah dengan menutupi auratnya dengan kedua tangannya.
Sang ibu yang tinggal tak jauh dari tempatnya tersebut sangat terenyuh melihat keadaan anaknya, tetapi ia tidak memiliki apa-apa kecuali sepotong kain lurik (Arab: Bujada) yang juga dipakainya untuk menutupi tubuhnya. Kalau kain tersebut diberikan kepada anaknya, tentulah ia dalam keadaan telanjang. Tetapi rasa sayangnya sebagai  seorang ibu memang tidak pernah luntur walau ia tidak bisa merawat dan membesarkannya, ia memotong kainnya tersebut menjadi dua, kemudian memanggil anaknya untuk memakai salah satu potongan tersebut untuk menutupi tubuhnya. Sembari demikian, ia merestuinya untuk mengikuti dan memeluk agama yang dibawa Rasulullah SAW.
Abdullah sangat berterima kasih kepada ibunya kemudian bergegas menemui Nabi SAW. Walau dengan "pakaian" yang sangat tidak pantas, tetapi Abdullah dengan gembira menghadap Nabi SAW dan menyatakan dirinya memeluk Islam. Ia juga menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan lengkap, yang menyebabkan ia berba'iat dengan keadaan seperti itu. Sebaliknya, Nabi SAW dan para sahabat justru merasa kagum dengan tekad dan pengorbanannya tersebut, dan beliau menggelarinya dengan nama "Dzulbijadain", Sang pemilik kain lurik yang dipotong dua, sehingga ia dikenali dengan nama Abdullah Dzulbijadaian.
Ketika menyertai Nabi SAW dalam pasukan yang berangkat ke Tabuk, Abdullah Dzulbijadain menemui syahidnya. Tidak dalam suatu pertempuran, karena pasukan Romawi telah lari tunggang-langgang ketika beliau telah tiba di Tabuk, tetapi ia meninggal karena sakit yang dideritanya. Maut menjemputnya ketika tengah malam, dan Nabi SAW sendiri yang memakamkannya. Suatu peristiwa yang sangat "diirikan" oleh seorang sahabat besar ahli Qur'an, Abdullah bin Mas'ud, yang secara tidak sengaja memergoki proses pemakamannya. Bahkan kalau bisa, ia ingin menggantikan posisi Abdullah Dzulbijadain untuk dimakamkan saat itu. Inilah kisah yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud.
Suatu malam ketika sedang berada di Perang Tabuk, Abdullah bin Mas'ud terbangun dan ia melihat ada nyala api di pinggiran perkemahan. Ia berjalan ke perapian tersebut, dan ia melihat tiga orang bersahabat, Nabi SAW, Abu Bakar dan Umar bin Khaththab sedang memakamkan jenazah Abdullah Dzulbijadain al Muzanni. Nabi SAW  berada di dalam kuburan, Abu Bakar dan Umar berada di atas. Ia mendengar beliau bersabda, "Ulurkanlah kepadaku lebih dekat…!!"
Nabi SAW menerima jenazah Abdullah tersebut dan meletakkan di liang lahat, kemudian beliau berdo'a, "Ya Allah, aku telah ridha padanya, maka ridhai pula ia olehMu..!!"
Melihat pemandangan tersebut, Ibnu Mas'ud berkata,  "Alangkah baiknya jika akulah pemilik liang kubur itu…."
Namun ternyata keinginannya tidak terpenuhi karena tiga orang mulia tersebut mendahuluinya menghadap Allah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar