Khuzaimah bin Tsabit adalah seorang
sahabat Anshar dari suku Aus. Rasulullah SAW memberikan kemuliaan kepadanya
dengan menjadikan persaksiannya setara dengan persaksian dua orang. Artinya,
jika umumnya kaum muslimin dalam menguatkan hujjah dan alasannya dalam sesuatu
hal harus mendatangkan dua orang saksi, baru dianggap sah. Maka, jika yang
menjadi saksi tersebut adalah Khuzaimah bin Tsabit, cukuplah dia sendirian saja
telah menguatkan atau mengesahkannya. Tentu semua itu tidak terlepas dari
kualitas keimanan dan ketakwaannya dalam pandangan Nabi SAW, khususnya dalam
suatu peristiwa yang melibatkan dirinya bersama beliau.
Suatu ketika Nabi SAW membeli
seekor kuda dari seorang Badui (pedesaan Arab) bernama Sawwa' bin Qais al
Muharibi. Setelah terjadi kesepakatan harga, Nabi SAW mengajak Sawwa' ke rumah
beliau untuk mengambil uang pembayarannya. Seperti diketahui, beliau kalau
berjalan cukup cepat, seperti sedang berjalan di jalan menurun walau jalannya
datar, sedangkan lelaki Badui tersebut berjalan lambat sambil menuntun kudanya
sehingga mereka berdua terpisah cukup jauh.
Dalam perjalanan terpisah tersebut,
beberapa orang mendatangi dan mengerumuni Sawwa' untuk menawar kuda yang
dibawanya. Tentulah mereka tidak tahu bahwa kuda tersebut telah dibeli Nabi SAW
dengan harga yang disepakati bersama, Sawwa' sendiri tidak memberitahukan hal
itu kepada mereka. Di antara para penawar tersebut ada yang memberikan
penawaran yang lebih tinggi daripada harga yang disepakatinya bersama
Rasulullah SAW.
Tak lama kemudian Nabi SAW
mendatangi Sawwa' sambil memberikan harga kuda yang disepakati, tetapi ternyata
Sawwa' berkata, "Kalau engkau ingin membeli kuda ini, bayarlah dengan
harga sekian…(harga penawaran yang lebih tinggi dari yang disepakatinya dengan
Nabi SAW), jika tidak, aku akan menjualnya kepada orang lain..!!"
Rasulullah SAW menatap Sawwa'
dengan heran dan bersabda, "Bukankah aku telah membeli kudamu dengan harga
sekian..(harga yang disepakati sebelumnya)!!"
"Belum, demi Allah
belum!!" Kata Sawwa' lagi.
"Sungguh, aku telah membelinya
darimu..!!" Kata Nabi SAW, bertahan dengan pendapat beliau.
Tetapi Sawwa' tetap bertahan dengan
pendapatnya. Ketika makin banyak orang yang berkerumun, yang tentunya sebagian
besar dari mereka adalah para sahabat beliau, Sawwa' berkata "Baiklah,
tunjukkan saksinya bahwa engkau telah membeli kuda ini dariku!!"
Mendengar perkataan Sawwa' ini,
salah seorang sahabat yang hadir spontan berkata, "Celakalah engkau,
Rasulullah SAW tidak mungkin berkata kecuali perkataan yang benar..!!"
Namun ucapan sang sahabat tersebut
tidak mempengaruhi pendapat Sawwa'. Tidak ada penjelasan, apakah saat itu
Sawwa’ telah memeluk Islam atau tetap dalam agama jahiliahnya. Ia tetap saja berkata,
"Datangkanlah seorang saksi yang melihat bahwa saya telah menjualnya
kepadamu..!!"
Dalam keadaan seperti itu Khuzaimah
bin Tsabit datang. Setelah mendapat penjelasan dari salah seorang sahabat
tentang apa yang terjadi, tiba-tiba saja ia berkata dengan tegas, "Saya
menjadi saksi bahwa engkau telah menjual kuda tersebut kepada Rasulullah
SAW..!!"
Nabi SAW menatapnya dengan heran
karena saat beliau telah menyepakati harga itu dengan Sawwa’, tidak ada
seorangpun yang menyaksikannya, termasuk Khuzaimah. Sementara Sawwa' seolah
tercekam dengan perkataan Khuzaimah yang tegas berwibawa. Ia tidak berani
berdalih lagi kemudian menyerahkan kuda kepada Nabi SAW dengan harga yang
disepakati sebelumnya.
Setelah Sawwa' berlalu, Nabi SAW yang
tentunya tidak ingin kalau sahabatnya itu berbohong, bersabda kepada Khuzaimah,
"Dengan apa engkau memberi kesaksian??"
"Wahai Rasulullah SAW,"
Kata Khuzaimah, "Saya telah membenarkan dan meyakini tentang berita dari
langit yang engkau sampaikan kepada kami, maka tidakkah (selayaknya) saya mempercayai
dan membenarkan apa yang engkau katakan?"
Nabi SAW tersenyum mendengar
jawaban diplomatis Khuzaimah, kemudian beliau menetapkan bahwa kesaksian yang
diberikan oleh Khuzaimah bin Tsabit adalah setara dengan kesaksian dua orang
muslim yang benar.
Sekilas terlihat, bahwa apa yang
disampaikan Khuzaimah adalah "kebohongan" dan Nabi SAW seolah
membenarkan sikapnya tersebut, tetapi sebenarnya tidak seperti itu. Mungkin
benar bahwa Khuzaimah tidak melihat dengan mata kepalanya, tetapi sesungguhnya
"mata keyakinan"-nya melihat lebih gamblang daripada mata
lahiriahnya. Dan sebenarnyalah cukup banyak juga sahabat lainnya yang seperti
itu, tetapi tidak cukup banyak yang "berani" menampilkannya seperti
Khuzaimah.
Dengan berkembanganya ilmu
pengetahuan sekarang ini, ternyatalah "pandangan" mata lahiriah lebih
banyak tertipu, dan lebih unggul lagi "pandangan" akal pikiran.
Misalnya saja, mata melihat bahwa matahari itu berjalan mengelilingi bumi dan
ukurannya lebih kecil dari bumi. Kalau kita "mempercayai" informasi
dari mata begitu saja, kita akan tertipu karena "pandangan" akal
pikiran kita menjelaskan bahwa bumilah yang mengelilingi matahari, dan ternyata
matahari jauh lebih besar daripada bumi kita ini.
Banyak lagi contoh-contoh dari alam
semesta ini yang menjelaskan tertipunya pandangan mata lahiriah. Dan
sesungguhnyalah "pandangan" mata keyakinan seperti yang disampaikan
Khuzaimah sangat jauh lebih unggul daripada pandangan mata lahiriah, pandangan
akal pikiran, bahkan pandangan terawang alam ghaib sekalipun. Sayangnya
kebanyakan di antara kita yang hidup di zaman akhir ini, lebih banyak
mengabaikan ‘mata keyakinan’, yang sesungguhnya bisa membahayakan
"masa-depan" kita di akhirat. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan
inayah dan maghfirah-Nya atas kelemahan kita tersebut, amin!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar