Ma’bad bin Abu Ma’bad adalah seorang sahabat dari Bani
Khuzai, suatu kabilah yang sejak masa jahiliah telah menjalin perjanjian
persahabatan dengan Bani Hasyim, kabilah Nabi SAW sendiri. Ia memutuskan
memeluk Islam tidak lama setelah selesainya Perang Uhud.
Walaupun
dalam perang Uhud, kaum muslimin lebih banyak mengalami kerugian dan korban
jiwa, tetapi tidak bisa dikatakan bahwa kaum kafir Quraisy memenangkan
pertempuran tersebut. Bahkan Abu Sufyan yang memutuskan terlebih dahulu untuk
meninggalkan medan
Perang Uhud, setelah kaum muslimin mulai bisa menyatukan kekuatan, langsung di
bawah komando Nabi SAW.
Tetapi,
hanya semalam tinggal di Madinah sepulangnya dari Uhud, Nabi SAW langsung
menggerakkan pasukan yang sama untuk mengejar pasukan kaum Quraisy. Dalam
pemikiran beliau, ada kekhawatiran pasukan Quraisy akan kembali dan menyerang
Madinah. Kalau itu terjadi, akan sangat merugikan karena beban psikologis dan
kesedihan penduduk Madinah sedang berat-beratnya. Dengan inisiatif menyerang,
maka semangat perjuangan akan tetap terjaga. Karena itulah beliau melarang
siapapun yang tidak ikut serta dalam perang Uhud sebelumnya, untuk mengikuti
pengejaran tersebut, kecuali beberapa sahabat yang bermaksud menggantikan
saudara atau kerabat mereka yang telah gugur di Uhud, misalnya Jabir bin
Abdullah.
Ketika
pasukan muslim berhenti dan bermarkas di Hamra’ul Asad, sekitar duabelas
kilometer di luar kota
Madinah, muncul Ma’bad bin Abu Ma’bad al Khuzai. Ia menghadap Nabi SAW untuk
memeluk Islam. Setelah mengucapkan syahadat, ia berkata, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya kami (yakni orang-orang Quraisy) merasa hebat karena telah
berhasil menimpakan bencana kepada sahabat-sahabat engkau di Uhud. Namun
demikian saya berharap Allah masih memberikan afiat kepada engkau….!!”
Nabi SAW
memerintahkan Ma’bad untuk menyembunyikan keislamannya terlebih dahulu, dan
menyusul pasukan Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan, untuk mengetahui apa yang
sedang mereka rencanakan. Bahkan kalau mungkin, mengacaukan dan melemahkan
mereka.
Ternyata
apa yang dikhawatirkan Nabi SAW tidaklah salah. Ketika singgah di ar Rauha’,
sekitar limapuluh kilometer dari Madinah, terjadi pembicaraan dan perdebatan di
antara pasukan kaum kafir Quraisy, dan mayoritas memutuskan untuk kembali dan
menyerang Madinah. Pendapat Shafwan bin Umayyah yang menolak usulan tersebut
diabaikan begitu saja. Tetapi belum sampai pasukannya bergerak ke arah Madinah,
muncullah Ma’bad yang memang dikenal baik oleh Abu Sufyan, dan tentunya belum
diketahui kalau ia telah memeluk Islam. Abu Sufyan berkata, “Wahai Ma’bad, apa
yang terjadi di belakangmu?”
Mendapat
pertanyaan tersebut, Ma’bad langsung melancarkan strategy “Psy-War”-nya, ia
berkata, “Muhammad bersama rekan-rekannya pergi mencari kalian dalam jumlah
yang tidak pernah kulihat sebanyak itu. Mereka meradang dan marah kepada
kalian, orang-orang yang belum bergabung sebelumnya kini telah bergabung
bersamanya. Rupanya mereka menyesal tidak ikut perang Uhud, dan kini akan
menuntut balas. Yang jelas, jumlah mereka sangat banyak…!!”
“Celaka kau
ini, apa yang engkau katakan itu??’ Kata Abu Sufyan.
“Demi
Allah, menurut pendapatku, lebih baik kalian segera pulang sebelum mereka
memergoki buntut pasukan ini..” Kata Ma’bad lagi.
Abu Sufyan
berkata, “Demi Allah, sesungguhnya kami telah sepakat untuk kembali dan
menyerang Madinah hingga kami dapat membinasakan mereka…!!”
“Janganlah
kalian lakukan itu…Itulah nasehatku..!!” Kata Ma’bad.
Mendengar
penjelasan Ma’bad yang begitu meyakinkan, mayoritas pasukan Quraisy jadi turun
semangatnya. Walau Abu Sufyan masih berkeras untuk kembali dan menyerang
Madinah, tetapi kini mereka berbalik menentangnya dan mendukung pendapat
Shafwan bin Umayyah, yakni kembali ke Makkah dan “menikmati” kemenangan dalam
Perang Uhud tersebut.
Ma’bad
mengikuti rombongan pasukan Abu Sufyan kembali ke Makkah. Beberapa waktu
kemudian ia diam-diam datang ke Madinah dan bergabung bersama Rasulullah SAW
dan saudara-saudara seagamanya, meninggalkan saudara dan kerabatnya yang masih dalam
kekafiran.
Alhamdulillah jazakumullahu khoiron.
BalasHapus