Hisyam bin Ash RA adalah adik dari
Amr bin Ash, tetapi kalau kakaknya tersebut gencar memusuhi Nabi SAW pada awal
Islam didakwahkan di Makkah ,
ia termasuk dalam kelompok awal
sahabat yang memenuhi seruan Nabi SAW untuk memeluk Islam. Kelompok as
Sabiqunal Awwalun yang mendapat jaminan keselamatan dari Allah, radhiyallaahu
‘anhum wa radhuu ‘anhu (Allah ridha kepada mereka dan mereka juga ridha kepada
Allah, QS At Taubah 100).
Hisyam bin Ash ikut serta dalam
kelompok muhajirin pertama, yakni yang berhijrah ke Habasyah. Ketika Amr bin
Ash menjadi utusan kaum Quraisy kepada Raja Najasyi, misinya untuk
mengembalikan Kaum Muhajirin tersebut ke Makkah mengalami kegagalan, tetapi ia
berhasil memperdaya adiknya tersebut dan membawanya kembali ke Makkah. Di
Makkah, Hisyam dipenjarakan oleh ayahnya, tetapi beberapa waktu kemudian
dilepaskan lagi, tetapi dalam pengawasan ketat kaum kerabatnya sehingga ia
tidak leluasa menemui Nabi SAW dan kaum muslimin lainnya.
Ketika Nabi SAW memerintahkan para
sahabat untuk hijrah ke Madinah, Hisyam berencana berangkat bersama Umar bin
Khaththab dan Ayyasy bin Rabiah (sebagian riwayat menyebut Iyyasy). Tetapi ia
dihalangi oleh kaum Quraisy dan lagi-lagi dipenjarakan, bahkan kali ini diikuti
dengan siksaan demi siksaan yang tak terperikan. Sebagian riwayat menyebutkan,
ia dipaksa murtad dan sempat mengikuti kemauan mereka karena beratnya siksaan.
Tetapi sepertinya ia ‘tidak tahan” untuk hidup dalam kekafiran, karena itu
kembali ia menyatakan keislamannya, dan tentu saja ia kembali mengalami siksaan
dan pemenjaraan, namun hatinya terasa lebih tentram dan tidak lagi merasakan
beratnya siksaan yang ditimpakan kaum Quraisy.
Akan halnya Ayyasy bin Abi Rabiah,
setelah tiba di Madinah bersama Umar dan beberapa sahabat lainnya, Abu Jahal
dan saudaranya Harits bin Hisyam menyusulnya dan memberitahukan kalau ibunya
bernadzar tidak akan menyisir rambutnya dan tidak akan berteduh dari sinar
matahari sebelum melihat anaknya tersebut. Ayyasy sangat sedih dan kasihan
kepada ibunya mendengar berita tersebut. Walaupun Umar mengingatkannya bahwa
semua itu hanya akal-akalan Abu Jahal, tetapi ia tetap kembali ke Makkah karena
kecintaannya kepada ibunya. Tetapi ternyata benar perkiraan Umar, di tengah
perjalanan ia diperdaya dan kemudian diikat. Sesampainya di Makkah ia langsung
dipenjarakan bersama Hisyam bin Ash, sama sekali tidak dipertemukan dengan
ibunya.
Suatu ketika Nabi SAW bersabda
kepada para sahabat yang sedang berkumpul, “Siapakah yang sanggup mempertemukan
aku dengan Ayyasy (bin Abi Rabiah) dan Hisyam (bin Amr)??”
Walid bin Walid, yakni saudara
Khalid bin Walid yang telah memeluk Islam sejak awal didakwahkan, berkata,
“Wahai Rasulullah, sayalah yang akan membawa keduanya ke hadapan engkau!!”
Setelah berpamitan kepada Nabi SAW,
Walid segera memacu untanya menuju Makkah. Ia memasuki kota Makkah dengan sembunyi-sembunyi, dan
secara kebetulan ia bertemu dengan wanita yang ditugaskan mengantar makanan
untuk Hisyam dan Ayyasy. Iapun mengikuti wanita tersebut, hingga mengetahui
tempat penahanan keduanya, yakni sebuah rumah tanpa atap, tetapi pintunya
dikunci dengan kuat.
Ketika keadaan sepi dan aman, Walid
memanjat tembok rumah tersebut untuk memasukinya. Setelah melepaskan ikatan
yang membelenggu Hisyam dan Ayyasy, ketiganya keluar dengan memanjat tembok
juga, dan meninggalkan Makkah dengan menunggang unta milik Walid yang memang
cukup kuat, sehingga mampu membawa tiga orang tersebut hingga sampai di Madinah
dengan selamat.
Sebagian riwayat menceritakan,
ketika Hisyam terpaksa murtad akibat tekanan dan siksaan yang dilakukan oleh
kaum kafir Quraisy, ia merasa dunianya runtuh dan tidak ada jalan lagi baginya kepada
keislaman. Apalagi kaum Quraisy “memprovokasi” bahwa Nabi SAW dan para sahabat
di Madinah telah mengetahui kemurtadannya, dan mereka telah menghalalkan
darahnya. Kemudian turun wahyu Allah, QS az Zumar ayat 53-55, yang intinya
larangan untuk berputus asa dari rahmat Allah dan anjuran segera bertaubat.
Umar bin Khaththab mengirim seseorang dengan sembunyi-sembunyi untuk menemui
Hisyam bin Ash, mengabarkan tentang ayat tersebut. Akhirnya Hisyam mengikuti
utusan Umar ini ke Madinah, dan ia kembali menyatakan keislamannya di hadapan
Rasulullah SAW.
Sejak tinggal di Madinah bersama
dengan Nabi SAW, Hisyam hampir tak pernah tertinggal dalam berbagai
pertempuran, baik bersama atau tidak dengan Rasulullah SAW. Semangat jihadnya
begitu tinggi untuk memperoleh predikat syahid, dan itu tetap berlanjut ketika
Nabi SAW telah wafat.
Pada pertempuran untuk menaklukan
Ajnadin, suatu kota
yang dikuasai oleh imperium Romawi, Hisyam berjuang bersama dengan kakaknya,
Amr bin Ash. Serangan pasukan muslim sempat mengalami kebuntuan karena pasukan
Romawi membuat pertahanan dengan parit yang diisi dengan bara api. Melihat
keadaan ini, Hisyam berteriak untuk membangkitkan semangat, “Wahai kaum
muslimin, ayolah maju bersama Hisyam, apakah kalian ingin lari dari Surga??”
Setelah itu Hisyam melompat dengan
kudanya untuk menyeberangi parit api tersebut. Tetapi malang , kudanya terjerembab dan jatuh ke
parit berapi beserta Hisyam. Amr bin Ash mengamati keadaannya adiknya, dan
tampaknya ia telah menemui syahidnya. Tiba-tiba Amr berkata, “Hisyam telah
menemui syahidnya, dan jadikanlah tubuhnya untuk menyeberang…!!”
Karena Amr bin Ash adalah komandan
pasukan muslim tersebut, kaum muslimin mematuhi perintahnya tersebut. Kuda dan
tubuh Hisyam bin Ash dijadikan pijakan sehingga akhirnya mereka semua berhasil
menyeberangi parit api tersebut dan memerangi pasukan Romawi sehingga mereka
kocar-kacir melarikan diri. Kota Ajnadin pun jatuh ke tangan pasukan muslim.
Usai pertempuran, Amr bin Ash mengumpulan potongan-potongan tubuh Hisyam yang
berserakan, dan membungkusnya dengan kain kemudian memakamkannya. Sambil matanya
berkaca-kaca, ia berkata, “Sungguh, Hisyam lebih hebat daripada diriku..!!”
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusMasya Allah, Takbir
BalasHapus