Pada perang Uhud, sempat tersiar
kabar bahwa Nabi SAW telah terbunuh, hal ini membuat Harits bin Ash Shimmah
langsung terduduk lemas. Kecintaannya yang begitu besar kepada Nabi SAW membuat
dirinya limbung dan kehilangan fokusnya ketika mendengar beliau telah
meninggal. Pandangannya kosong seakan tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Berita yang digembar-gemborkan oleh
Abdullah bin Qami’ah, salah satu dari tiga tokoh Quraisy yang menyerang dan
melukai Nabi SAW hingga beliau terperosok ke dalam suatu lubang, sempat membuat
pasukan muslim melemah dan makin porak-poranda, bahkan ada yang telah berlari
ke arah Madinah. Tetapi di sisi lain malah mengendorkan serangan kaum kafir
Quraisy sehingga Nabi SAW dan beberapa sahabat yang melindungi beliau bisa
bergerak menuju sisi bukit yang lebih aman (tidak dalam keadaan terkepung),
walaupun tetap dengan melakukan beberapa pertempuran.
Dalam pergerakan tersebut, sahabat
Ka’b bin Malik mengenali Nabi SAW, spontan saja ia berseru dengan gembira,
“Bergembiralah wahai semua kaum muslim, inilah Rasulullah SAW, beliau masih
hidup…!!”
Sebenarnya Nabi SAW telah
mengisyaratkan kepada Ka’b untuk diam agar keadaan beliau tidak diketahui oleh
pasukan musuh. Tetapi luapan kegembiraan yang begitu menggelora melihat beliau
masih hidup, padahal sempat tersiar telah terbunuh, jauh lebih cepat reaksinya.
Mendengar seruan Ka’b ini, beberapa sahabat langsung berkumpul di sekitar
beliau, termasuk Harits bin ash Shimmah. Ia seolah-olah mendapat suntikan darah baru dan semangat
baru yang lebih bergelora. Bahkan ia memposisikan dirinya sangat dekat dengan
Nabi SAW, seolah-olah ingin menjadi tameng hidup bagi beliau.
Seperti dikhawatirkan Nabi SAW,
pasukan kaum kafir Quraisy akhirnya mengetahui beliau masih hidup dan kedudukan
beliau. Mereka memfokuskan diri untuk menyerang sekitar tigapuluh sahabat yang
mati-matian melindungi Nabi SAW, yang terus bergerak mundur ke tempat yang
lebih aman. Beberapa sahabat lainnya juga berusaha membuka “jalan darah” untuk
bisa bergabung dengan kelompok yang melindungi Nabi SAW ini.
Tiba-tiba seorang musyrikin bernama
Utsman bin Abdullah bin Mughirah merangsek dengan kudanya ke arah Nabi SAW
sambil berkata, “Aku tidak akan selamat jika Muhammad selamat!!”
Nabi SAW bangkit untuk
menyambutnya, tetapi Harits bin Shimmah tak ingin kecolongan, ia segera berdiri
di depan Nabi SAW untuk menyambut serangan tersebut. Kuda Utsman terperosok,
dan Harits langsung membabat kaki Utsman hingga ia jatuh terduduk. Tetapi rekan
Utsman, Abdullah bin Jabir langsung menyerang Harits hingga pundaknya terluka.
Abu Dujanah datang menyelamatkan Harits, dengan pedang pemberian Rasulullah
SAW, ia berhasil memenggal kepala Ibnu Jabir dengan satu sabetan saja.
Walaupun jumlah pasukan musyrikin yang
mengepung itu ratusan atau mungkin sampai seribu orang, ternyata tidak mudah
menaklukan sekitar 30 sahabat yang berjuang dengan semangat laksana singa
kelaparan tersebut. Mereka akhirnya bisa lolos dari kepungan dan bersembunyi di
bukit tersebut. Pasukan musyrikin sendiri tampaknya tidak terlalu semangat
melanjutkan penyerangan seperti sebelumnya. Tetapi Harits bin Shimmah tidak mau
beranjak dari sisi Nabi SAW walau pundaknya terluka parah. Pedang, tombak dan
panahnya juga masih dalam keadaan “terhunus”, siap digunakan sewaktu-waktu
diperlukan.
Tiba-tiba seorang tokoh kafir
Quraisy, Ubay bin Khalaf, saudara dari Umayyah bin Khalaf yang tewas di Perang
Badar menemukan tempat persembunyian tersebut. Sambil mencari berputar dengan
kudanya, ia berkata, “Dimana Muhammad? Aku tidak akan selamat jika ia masih
selamat..!!”
Nabi SAW memerintahkan para sahabat
untuk tidak menyerangnya. Ketika telah dekat, tiba-tiba Nabi SAW mencabut
tombak milik Harits dan memukul Ubay bin Khalaf tepat di celah antara baju besi
dan topi besinya. Pukulan yang berkali-kali tersebut membuatnya limbung dari
punggung kudanya dan akhirnya ia melarikan diri. Tetapi dalam perjalanan pulang
ke Makkah, luka kecil yang diderita Ubay bin Khalaf akibat pukulan tersebut
semakin parah dan membengkak, dan akhirnya ia mati di Sarif.
Setelah pengalamannya di perang
Uhud tersebut, Harits bin Shimmah tidak ingin kehilangan pandangan dari sosok
Nabi SAW dalam pertempuran-pertempuran yang diterjuninya bersama beliau. Ketika
Nabi SAW mengirimkan tujuhpuluh sahabat huffadz Qur’an untuk mendakwahi
kabilah-kabilah di daerah Najd atas saran dan
jaminan keamanan Abu Bara Amir bin Malik, Harits bin Shimmah ikut serta dalam
rombongan ini. Ia syahid dalam misi tersebut karena kelompok sahabat ini dibantai
habis oleh Amir bin Thufail, dalam peristiwa yang dikenal dengan nama Tragedi
Bi’r Ma’unah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar