Minggu, 09 November 2014

Hamnah binti Jahsy RA

Hamnah binti Jahsy memeluk Islam pada masa-masa awal di Makkah, sebagaimana saudaranya Zainab dan Abdullah. Ia sebenarnya masih keponakan Rasulullah SAW, dan akhirnya ia menjadi ipar beliau karena Zainab binti Jahsy menjadi salah seorang Ummul Mukminin, dinikahi oleh Nabi SAW atas perintah Allah lewat turunnya wahyu Qur’an, Surat al Ahzab 37. Ia menikah dengan Mush’ab bin Umair pada masa-masa awal keislamannya.
Pada perang Uhud, suami dan suadaranya terjun dalam peperangan tersebut, dan mereka menemui syahidnya. Ketika pasukan muslim kembali ke Madinah, ia berbaur dengan masyarakat Madinah lainnya yang menyambut kedatangan mereka. Tiba-tiba salah seorang sahabat berkata, “Wahai Hamnah, saudaramu Abdullah bin Jahsy menemui syahidnya…!!”
Hamnah hanya berkata, “Innaa lillahi wa inna ilaihi rooji’uun…!!”
Kemudian ia mendoakan ampunan untuk saudaranya tersebut. Tidak berapa lama, seorang sahabat lainnya berkata, “Wahai Hamnah, pamanmu Hamzah bin Abdul Muthalib menemui syahidnya…!!”
Hamnah memang sangat dekat dengan Hamzah, dan ia lebih membahasakan dia dengan “paman” karena kedekatannya tersebut. Mendengar penuturan sahabat tersebut Hamnah berkata, “Innaa lillahi wa inna ilaihi rooji’uun…!!”
Kemudian ia mendoakan ampunan untuk Hamzah bin Abdul Muthalib. Sesaat kemudian seorang sahabat lainnya berkata kepadanya, “Wahai Hamnah, suamimu, Mush’ab bin Umair telah menemui syahidnya…!!”
Mendengar kabar ini, Hamnah menjerit keras kemudian menangis sesenggukkan, tanpa bisa menyembunyikan kesedihan dan kehilangannya. Nabi SAW yang melihat perubahan sikap Hamnah tersebut bersabda, “Sesungguhnya suaminya itu mempunyai tempat yang khusus di hati Hamnah…!!”
Dalam peristiwa Haditsul Ifki, berita bohong tentang perselingkuhan Ummul Mukminin Aisyah dengan sahabat Shafwan bin Mu’aththal yang terjadi setelah pertempuran Bani Musthaliq atau Perang al Muraisi’, kebanyakan kaum muslimin menahan diri untuk tidak berkomentar dan membicarakannya. Tuduhan perselingkuhan tersebut pertama kali diungkapkan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh Khazraj yang keislamannya hanya pura-pura saja, sejatimya ia adalah munafik tulen. Berita bohong tersebut makin dibesar-besarkan oleh para pengikutnya. Tetapi ternyata ada juga tiga orang muslim yang ikut terbuai dengan “berita infotainment” tersebut, yakni Misthah bin Utsatsah, Hassan bin Tsabit dan Hamnah binti Jahsy ini.
Memang, sepertinya Allah SWT “sengaja membiarkan” berita itu berkembang dan mengambang hingga sekitar satu bulan lamanya. Kaum muslimin, bahkan Nabi SAW sendiri dilanda kebingungan dan ketidak-pastian, benarkah Aisyah berselingkuh? Dari “pembahasan dan analisa infotainment” yang digembar-gemborkan Abdullah bin Ubay dan antek-anteknya, berita itu sangat mungkin kebenarannya dan sangat masuk akal. Hanya mereka yang sangat mengenal dan yakin akan kesucian dan ketinggian akhlak Aisyah RA tanpa reserve, seperti Barirah RA misalnya, yang langsung percaya bahwa berita itu kebohongan dan fitnah semata-mata, umumnya dilanda ketidak-pastian.
Setelah sekitar satu bulan berkembang menjadi bola panas, barulah Allah SWT menurunkan wahyu, QS an Nur ayat 11-22 yang menjelaskan tentang peristiwa fitnah tersebut. Nabi SAW “membiarkan” urusan orang-orang munafik yang mem-blow-up berita bohong kepada Allah, tetapi beliau memutuskan untuk mengenakan sanksi hukum dera 80 kali kepada tiga orang sahabat tersebut. Beliau tidak ingin orang-orang yang beliau sayangi sendiri, termasuk Hamnah binti Jahsy, akan “memanen” hasil perbuatan tersebut di akhirat kelak. Nabi SAW lebih senang (tega) melihat kesakitan dan penderitaan umat beliau di alam dunia fana (terbatas) ini, asalkan tidak lagi akan mengalami penderitaan di alam akhirat yang kekal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar