Nu'aim bin Mas'ud bin Amir al Asyja'y,
adalah salah seorang pemuka dari Ghathafan, salah satu suku besar yang ikut
bersekutu dengan kaum Quraisy untuk menyerang kaum muslimin di Madinah, yakni
dalam perang Ahzab atau Khandaq. Nu'aim adalah orang yang mempunyai keahlian
dalam hal diplomasi dan negosiasi. Sebagian riwayat menyebutkan, ia bergabung
dengan sekelompok kaum Yahudi Bani Nadhir, dan berhasil mempengaruhi (memprovokasi)
kaum Quraisy dan kaum Ghathafan untuk bersekutu menyerang Madinah, termasuk
mempengaruhi kaum Yahudi Bani Quraizhah (yang tinggal di Madinah) yang
sebenarnya terikat perjanjian damai dengan kaum Muslimin dalam Piagam Madinah.
Mereka ini diminta untuk menyerang kaum muslimin dari dalam, yang diam-diam akan
didukung oleh kaum munafik.
Sebenarnyalah posisi kaum muslimin dalam
perang Khandaq tersebut cukup kritis. Sepuluh ribu prajurit gabungan kaum
musyrikin tersebut jauh lebih banyak daripada seluruh penduduk Madinah,
termasuk wanita dan anak-anak. Belum lagi aroma pengkhianatan yang akan
dilakukan oleh kaum Yahudi Bani Quraizhah dan kaum munafik sangat terasa.
Untunglah strategi pertahanan dengan parit yang disarankan oleh Salman al
Farisi berhasil menghambat gerak pasukan sekutu tersebut.
Untuk mengatasi situasi kritis ini,
Nabi SAW sempat merancang strategi untuk mengadakan perjanjian dengan dua
pemimpin Ghatafan, yakni Uyainah bin Hisn dari Bani Fazarah dan Harits bin Auf
dari Bani Murrah. Beliau akan
menyerahkan sepertiga hasil panen korma Madinah, asalkan mereka menarik
diri (mundur) dari persekutuan dengan kaum Quraisy. Tetapi ketika rencana ini
disampaikan kepada dua pemimpin Anshar, Sa'd bin Mu'adz dan Sa'd bin Ubadah,
mereka berkata, "Wahai Rasulullah, jika Allah memang memerintahkan engkau
untuk mengambil keputusan seperti itu, kami akan tunduk dan patuh…"
"Ini adalah pendapatku
sendiri..." Kata Nabi SAW, "Sebab aku melihat semua orang Arab sedang
menyerang kalian dari segala penjuru…!!"
"Kalau memang begitu, kami
tidak membutuhkannya, Ya Rasulullah..!!" Kata mereka berdua.
Bukan maksud mereka menolak atau
membangkang pendapat Nabi SAW, hanya saja mereka memilih untuk berjuang demi
Islam, demi Allah dan demi Rasul-Nya, daripada sekedar memikirkan keselamatan
mereka sendiri. Kemudian mereka berkata lagi, "Dahulu mereka tidak
berhasrat memakan sebuah korma dari kami kecuali lewat jalan jual beli atau
sedang dijamu. Setelah Allah memuliakan kami dengan Islam dan memberi petunjuk
Islam lewat engkau, mengapa kami harus memberikan harta kami? Demi Allah, kami
tidak akan memberikan kepada mereka kecuali pedang-pedang kami …(dalam
peperangan)…!!"
Nabi SAW menghargai pendapat
tersebut, dan mendoakan kebaikan bagi mereka.
Ketika beliau sedang memikirkan
jalan dan strategi lainnya, Nu'aim bin Mas'ud datang menghadap beliau. Ia
berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah (memutuskan) untuk memeluk
Islam, dan tidak ada seorangpun dari kaumku yang mengetahui tentang keislamanku
ini. Karena itu, perintahkanlah kepadaku apa yang engkau kehendaki!!"
Nabi SAW amat gembira mendengar
pengakuan Nu'aim ini. Seolah-olah Allah mengirimkan Nu'aim sebagai jalan keluar
bagi suasana kritis dan sulit yang dialami oleh kaum muslimin. Setelah
memba'iatnya, beliau bersabda, "Engkau adalah orang satu-satunya, berilah
pertolongan kepada kami menurut kesanggupanmu, karena sesungguhnya perang itu
adalah tipu muslihat!!"
Nu'aim mengerti apa yang
dimaksudkan Nabi SAW. Ia pamit kepada beliau dan pergi kepada kaum Yahudi Bani
Quraizhah yang tinggal di Madinah. Mereka adalah kawan karibnya semasa
jahiliah. Setelah bertemu mereka, ia berkata,
"Kalian tahu cintaku kepada kalian, khususnya antara diriku dengan
kalian!!"
"Engkau benar!!" Kata
mereka.
Nu'aim mulai melancarkan
strateginya memecah-belah musuh dengan memanfaatkan kemampuannya dalam
diplomasi dan negosiasi, ia berkata, "Orang-orang Quraisy tidak bisa
disamakan dengan kalian. Negeri ini milik kalian, di sini ada harta benda,
istri dan anak-anak kalian. Tidak mudah bagi kalian meninggalkan negeri ini
untuk pindah ke tempat lain. Sementara
Quraisy dan Ghathafan datang memerangi Muhammad, dan kalian menampakkan
dukungan kepada mereka, padahal negeri, harta benda, istri dan anak-anak mereka
berada di tempat lain. Jika mereka kalah, dengan mudah pulang ke negeri mereka
sendiri, sedangkan kalian akan menghadapi Muhammad, yang akan melampiaskan dendam
kepada kalian…."
Tampaknya kaum Yahudi tersebut
terpengaruh oleh penjelasan yang disampaikannya, yang memang sangat logis.
Karena itu mereka berkata, "Lalu, bagaimana baiknya wahai Nu'aim?"
"Kalian jangan terjun ke
pertempuran dan berperang bersama mereka sebelum mereka memberikan jaminan,
yakni mintalah salah seorang pemimpin mereka untuk tinggal bersama
kalian….!!" Kata Nu'aim.
"Engkau memberikan pendapat
yang sangat tepat!!"
Mereka berterima-kasih atas saran
yang diberikan Nu'aim, setelah itu ia berpamitan dan diam-diam menuju tempat
berkumpulnya pasukan Quraisy. Setelah bertemu Abu Sufyan dan tokoh-tokoh
Quraisy lainnya, ia menyebut dan
menceritakan tentang hubungan harmonis mereka yang telah terjalin selama ini,
kemudian ia berkata, "Kalian semua tahu bagaimana kadar kecintaanku kepada
kalian dan nasehat-nasehat yang pernah kusampaikan selama ini. Dan aku
mempunyai informasi sangat penting untuk kalian, tetapi kalian harus
merahasiakannya bahwa itu berasal dari aku!!"
"Baiklah, kami akan melakukannya..!!"
"Sesungguhnya kaum Yahudi
(Bani Quraizhah) merasa menyesal telah melanggar perjanjiannya dengan Muhammad.
Ia telah mengirim utusan kepada Muhammad untuk memperbaharui kesepakatan dan
berjanji akan mengirimkan seorang tokoh Quraisy sebagai tebusannya. Karena itu,
jika mereka meminta jaminan salah seorang pemimpin kalian, janganlah kalian
memberikannya…!!"
Kaum Quraisy amat berterima kasih
dengan informasi tersebut, kemudian Nu'aim "pulang" ke kaumnya
sendiri, Ghathafan. Ia berkata kepada mereka, "Wahai orang Ghathafan,
kalian semua adalah keluargaku, dan orang-orang yang paling kucintai. Kulihat
kalian selalu mempercayaiku!!"
Mereka membenarkannya. Kemudian
Nu'aim berkata kepada mereka seperti perkataannya kepada kaum Quraisy, dan
mereka dengan senang hati akan melaksanakan nasehatnya tersebut.
Beberapa hari berlalu, di suatu
hari jum'at, di bulan Syawal tahun 5 hijriah, para pemimpin Quraisy dan
Ghathafan mengirim Ikrimah bin Abu Jahal sebagai utusan kepada Bani Quraizhah.
Pesannya adalah mereka akan menyerang keesokan harinya, dan diminta Bani
Quraizhah untuk menyerang dari arah belakang kaum muslimin, yakni dari dalam kota Madinah sendiri.
Dengan begitu mereka dengan mudah bisa menghancurkan kaum muslimin.
Setelah utusan Quraisy pulang, kaum
Yahudi Bani Quraizhah ganti mengirim utusan kepada mereka. Pesan yang
disampaikannya adalah sbb, "Besok adalah hari sabtu, dan kami tidak boleh
mengerjakan apa-apa pada hari itu. Lagipula, kami tidak akan memerangi Muhammad
bersama kalian, kecuali kalian mengirimkan beberapa pemimpin kalian bersama
kami, karena kami khawatir jika pertempuran telah berkobar, kalian pulang ke
negeri kalian begitu saja dan membiarkan kami sendirian menghadapi
Muhammad…!!"
Setelah utusan tersebut pulang,
orang-orang Quraisy dan Ghathafan berkata, "Demi Allah, sungguh benar apa
yang dikatakan oleh Nu'aim bin Mas'ud…!!"
Setelah itu mereka mengirimkan
utusan lagi ke Bani Quraizhah, dengan menyampaikan pesan, "Demi Allah,
kami tidak akan menyerahkan seorang pun dari pemuka-pemuka kami. Kalau kami
ingin berperang, kami akan berperang sendiri. Kalau kalian ingin berperang,
berangkatlah dan berperanglah sendiri…!!"
Setelah utusan tersebut
menyampaikan pesan ini kepada Bani Quraizhah, mereka berkata, "Demi Allah,
sungguh benar apa yang dikatakan oleh Nu'aim bin Mas'ud, mereka hanya ingin
mengambil kesempatan untuk kepentingannya sendiri, tidak memperdulikan kita
sama sekali…!!"
Begitulah, kekacauan terjadi di
antara pasukan sekutu yang mengepung Madinah. Quraisy dan Ghathafan tidak lagi bersemangat
seperti sebelumnya dalam menyerang kaum muslimin. Di samping halangan parit
yang cukup merepotkan, mereka juga khawatir kalau kaum Yahudi Bani Quraizhah
ternyata benar bergabung dengan pasukan muslimin, sehingga hampir tidak mungkin
mereka mengalahkannya.
Tidak lama kemudian, Allah SWT
melengkapi kekacauan itu dengan mengirimkan angin topan yang
memporak-porandakan perkemahan mereka, sehingga mereka bergegas meninggalkan pinggiran
kota Madinah.
Itulah rangkaian pertolongan Allah
yang memenangkan pasukan muslimin di Perang Khandaq, yang diawali dengan
keislaman Nu'aim bin Mas'ud. Setelah keislamannya, ia ditugaskan Nabi SAW untuk
berdakwah kepada kaum kerabatnya, Bani Asyja'y, dan mengajak mereka untuk berjihad di jalan Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar