Hindun binti Utbah merupakan putri
tokoh Quraisy yang sangat keras permusuhan kepada Islam, yakni Utbah bin
Rabiah. Begitu juga dengan suaminya, Abu Sufyan bin Harb, yang menjadi tokoh
utama atau bisa disebut sebagai "raja" Makkah setelah kematian
bapaknya di Perang Badar. Hindun juga merupakan "arsitek" yang
merencanakan pembunuhan Hamzah bin Abdul Muthalib, Pahlawan Islam, Singa Allah
dan paman Nabi SAW di Perang Uhud melalui tangan Wahsyi, seorang budak Habsyi.
Hal itu dilakukannya untuk menuntut balas karena ayah dan saudara-saudaranya
yang tewas di Perang Badar, tak lepas dari peran Hamzah.
Allah SWT memang memberikan hidayah
kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, tanpa ada yang bisa memaksa dan
mengatur keinginan-Nya. Kalau kepada Abu Thalib yang membela dan melindungi
Nabi SAW dalam menjalankan dakwah di Makkah, Dia menghendakinya untuk mati
dalam kekafiran, maka terhadap tiga orang ini sebaliknya.
Suami istri Abu Sufyan dan Hindun,
berikut budak yang disuruhnya, Wahsyi, menorehkan luka yang teramat dalam terhadap Nabi SAW dan kaum muslimin lainnya
dalam perang Uhud. Bukan masalah kalah-menangnya peperangan, tetapi perlakuan
Hindun khususnya terhadap jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib, yang sangat tidak
manusiawi. Bahkan sebagian riwayat menyebutkan, karena begitu sedih dan
berdukanya, Nabi SAW berdiri di hadapan jenazah Hamzah sambil bersabda,
"…sungguh, akan aku perbuat terhadap tujuh puluh (dalam riwayat lain, tiga
puluh) orang lelaki dari mereka, sebagaimana yang diperbuat terhadap
dirimu…!!"
Tetapi seketika itu Jibril AS turun membawa
wahyu Allah, Surat
an Nahl ayat 125-128 sebagai teguran
atas sikap Nabi SAW tersebut, dan beliau pun membatalkan rencana seperti itu.
Dan terbuktilah kemudian Allah berkenan memberikan hidayah-Nya kepada tiga
orang tersebut ketika terjadinya Fathul Makkah.
Malam hari pada hari terjadinya
Fathul Makkah, Hindun berkata kepada suaminya, Abu Sufyan bin Harb,
"Sesungguhnya aku mau berba'iat kepada Rasulullah SAW."
"Aku melihat kamu ini masih
kufur!" Kata suaminya, yang telah memeluk Islam beberapa waktu sebelum
Nabi SAW tiba di Makkah, yakni dalam perjalanan dari Madinah ke Makkah.
Hindun berkata, "Demi Allah!
Demi Allah! Tidak pernah aku melihat sebelum ini, Allah disembah dengan
sebenar-benarnya, sebagaimana telah dilakukan oleh Muhammad dan
sahabat-sahabatnya di masjid ini (Masjidil Haram) pada malam hari ini. Tidaklah mereka menghabiskan malam,
kecuali dengan ruku, sujud dan thawaf hingga subuh."
Abu Sufyan bertanya, "Apakah
kamu melihat semua ini dari Allah?"
"Ya, ini memang dari
Allah!!" Kata Hindun dengan tegas.
Keesokan harinya Hindun datang
kepada Rasulullah SAW dengan saudaranya, Fathimah binti Utbah untuk memeluk
Islam. Mereka diantar oleh saudaranya yang telah memeluk Islam sejak masa-masa
awal, yakni Abu Hudzaifah bin Utbah. Riwayat lain menyebutkan bahwa Hindun
datang bersama beberapa orang wanita Quraisy lainnya dengan diantar Utsman bin
Affan, yang memang masih kerabat dekatnya.
Hindun datang menghadap dengan
memakai cadar. Ia tidak ingin langsung dikenali, bagaimanapun ada perasaan malu
dan bersalah kepada Nabi SAW karena tindakannya yang keterlaluan terhadap
jenazah Hamzah pada waktu Perang Uhud, tindakan yang didorong oleh perasaan
dendam jahiliah semata. Setelah tiba di hadapan Nabi SAW, ia berkata,
"Wahai Rasulullah, segala puji bagi Allah yang telah memenangkan agama yang
telah dipilih-Nya sendiri. Semoga aku memperoleh manfaat dari kasih sayangmu,
sesungguhnya aku adalah wanita yang telah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya…"
Sesaat ia berhenti bicara untuk
membuka cadar yang menutupi wajahnya, kemudian berkata lagi, "Wahai
Rasulullah, saya adalah Hindun binti Utbah…!!"
Tentu saja Nabi SAW tidak mungkin
tidak mengenal Hindun, dan tidak mungkin pula beliau lupa akan apa yang terjadi pada jenazah Hamzah di Perang
Uhud. Tetapi beliau bukanlah sosok pendendam, sosok yang mudah memvonis
seseorang dengan neraka atau dosa yang tidak terampunkan. Sebaliknya, beliau
adalah pribadi yang pemaaf, penuh kasih sayang, bahkan terhadap orang-orang
yang pernah menyiksa dan memperolok-olokkan beliau seperti yang terjadi pada
peristiwa Thaif. Memang sangat tepat kalau beliau diutus sebagai rahmatan lil
'alamin, sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Melihat "strategi" yang
dijalankan Hindun tersebut, Nabi SAW hanya tersenyum kemudian bersabda,
"Selamat datang untukmu…!!"
Hindun amat gembira dengan sambutan
Nabi SAW, seolah-olah tidak pernah suatu peristiwa yang mengganjal di antara
mereka di masa lalu. Akhirnya ia berkata, "Sungguh, dahulu tidak ada
penghuni rumah di muka bumi yang ingin kuhinakan selain penghuni rumahmu,
tetapi sekarang ini tidak ada penghuni rumah di muka bumi yang lebih aku sukai
untuk dimuliakan selain penghuni rumahmu…!!"
Nabi SAW amat senang dengan
sanjungan yang diberikan Hindun, kemudian beliau memba'iatnya, berikut
wanita-wanita Quraisy yang menyertainya, dengan tuntunan yang ada pada Surat al
Mumtahanah ayat 12. Hindun sempat menyela pembicaraan beliau, "Wahai
Rasullullah, apakah kami tidak perlu berjabat tangan denganmu (dalam ba'iat
ini, sebagaimana kalau beliau memba'iat kaum lelaki...)?"
Beliau bersabda, "Sesungguhnya
aku tidak berjabat tangan dengan wanita, sesungguhnya perkataanku kepada
seratus wanita sama seperti perkataanku kepada seorang wanita (dalam memba'iat
ini)…."
Kemudian beliau meneruskan proses
ba'iat bagi Hindun dan wanita-wanita Quraisy tersebut.
Karena Allah semata yg bisa membolak balik hati manusia setan hindun,pemakan jantung hamzah, menjadi beradab dan masuk islam. Amin.
BalasHapus