Haritsah bin Suraqah adalah seorang
pemuda dari kalangan sahabat Anshar. Suatu pagi ia bertemu dengan Rasulullah
SAW dan beliau bersabda, "Wahai Haritsah, bagaimana keadaanmu pagi
ini?"
"Pagi hari ini saya
benar-benar menjadi seorang mukmin, Ya Rasulullah!" Kata Haritsah.
"Perhatikanlah perkataanmu,
wahai Haritsah," Kata Nabi SAW, "Setiap kata yang engkau ucapkan itu
harus ada bukti sebenarnya…!!"
Maka Haritsah berkata menjelaskan,
"Wahai Rasulullah, jiwaku jemu dengan dunia, sehingga saya bangun di malam
hari (untuk ibadah) dan puasa di siang harinya. Sekarang ini saya seolah-olah
berhadapan dengan Arsy Allah, dan saya melihat ahli surga saling
kunjung-mengunjungi satu sama lainnya, dan juga ahli neraka sedang
menjerit-jerit di dalamnya…!!"
Nabi SAW tersenyum mendengar
perkataan Haritsah, seolah gembira dengan "pencapaian" rohaniah
pemuda Anshar tersebut. Beliau bersabda, "Engkau telah melihat, maka
tetapkanlah (istiqomahlah)!!"
Haritsah berkata lagi, "Ya
Rasulullah, doakanlah saya agar bisa memperoleh syahid!!"
Nabi SAW-pun mendoakan Haritsah
seperti permintaannya, dan tentu saja doa beliau pasti akan terkabul.
Tibalah saatnya perang Badar, dan
Haritsah tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Sebenarnya Rasulullah SAW
‘tidak mewajibkan’ kaum muslimin, khususnya kaum Anshar untuk bergabung dalam
pasukan itu karena tujuan utamanya hanya untuk menghadang kafilah dagang
Makkah, tetapi kaum Anshar yang mengikuti justru lebih banyak, termasuk
Haritsah. Bagi kaum Muhajirin, mereka hanya ‘mengambil ganti’ harta kekayaan mereka
yang ditinggalkan di Makkah dan dirampas secara sepihak oleh kaum kafir
Quraisy. Tetapi ternyata Abu Sufyan bin Harb beserta kafilah dagangnya berhasil
lolos, dan pasukan kaum muslimin harus berhadapan dengan pasukan perang kaum
kafir Makkah yang dipimpin Abu Jahal.
Walau menyadari persiapan yang
kurang dan kekuatan yang jauh lebih kecil, kaum Muhajirin dan Anshar tidak jadi
melemah semangatnya, termasuk Haritsah. Ia berjuang dengan perkasa menyerang
kaum kafir Quraisy yang jauh lebih banyak jumlahnya. Akhirnya sebuah anak
panah, yang tidak diketahui siapa yang
melepaskannya, mengenai tubuhnya dan ia tewas menemui syahid seperti yang
didoakan Nabi SAW.
Ketika pasukan muslim kembali ke
Madinah dengan membawa kemenangan, ibu Haritsah, Ummu Rubayyi' binti Bara',
yang telah memperoleh berita kalau anaknya tewas dalam perang Badar tersebut,
bergegas menemui Nabi SAW, dan berkata, "Wahai Rasulullah, maukah engkau
memberitahukan tentang putraku, Haritsah! Jika ia di surga, aku tidak akan menangis atau menyesal. Tetapi jika
tidak seperti itu, aku akan menangis selama sisa hidupku di dunia ini!!"
Maka Nabi SAW berkata, seakan
menenangkan sang ibu yang kehilangan putranya tersebut, "Wahai Ummi
Haritsah, bukan hanya satu surga, tetapi surga di dalam surga-surga. Dan kini
Haritsah telah mencapai firdaus yang tertinggi…!!"
Mendengar penjelasan tersebut, Ummu
Rubayyi' kembali ke rumah dengan gembira dan tertawa, sambil berkata,
"Beruntung sekali engkau, Haritsah!! Beruntung sekali engkau,
Haritsah!!"
Sungguh jauh sekali dari gambaran
seorang ibu yang anaknya baru saja tewas dalam pertempuran. Hanya keimanan yang
kokoh tertanam di dalam dada yang bisa membuat Ummu Rubayyi' bersikap seperti
itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar