Amr bin Wahb Ats Tsaqafi, seorang
sahabat Nabi SAW yang berasal dari Bani Tsaqif di Thaif. Setelah memeluk Islam,
ia memutuskan tinggal di Madinah, untuk bisa lebih banyak memperoleh pengajaran
dan keberkahan dari Nabi SAW. Seperti kebanyakan orang-orang Bani Tsaqif, ia
memang baru memeluk Islam beberapa waktu setelah perang Hunain dan pengepungan kota Thaif tanpa
penaklukan, yakni pasukan muslim mundur setelah beberapa hari pengepungan.
Kabilah Bani Tsaqif sendiri dan sekutunya yang akhirnya menyerahkan diri kepada
Nabi SAW, dan sebagian besar memeluk Islam.
Amr bin Wahb mempunyai seorang
putri yang cantik dan cerdas bernama Atiqah binti Amr yang masih gadis, dan ia
berharap putrinya ini akan menikah dengan seseorang yang mempunyai kemuliaan,
khususnya di sisi Nabi SAW, sehingga sedikit banyak bisa "mengejar"
ketertinggalannya dalam keislaman.
Suatu ketika ada seseorang yang
mengetuk pintunya sambil mengucap salam dan permintaan ijin dengan bahasa Arab
yang baik. Keluarga Amr menyambut dengan suka cita kedatangan tamunya tersebut.
Dari tata bahasa dan suaranya, mereka mengira tamunya itu seorang yang
terpelajar dan terpandang. Mereka bergegas membuka pintu untuk mempersilahkan
tamunya masuk, tetapi seketika itu pula kegembiraannya lenyap. Sosok yang
berdiri di depan pintunya adalah seorang lelaki berkulit hitam, berwajah jelek
dan penampilannya tidak meyakinkan. Dan kekagetannya makin bertambah, ketika
lelaki itu menyampaikan salam Rasulullah SAW dan berkata, "Sesungguhnya
Rasulullah SAW telah menikahkan aku dengan putrimu!!"
Lelaki itu memang salah seorang
sahabat Nabi SAW yang bernama Sa'd as Sulami. Secara naluriah, Amr bin Wahb
langsung menolak kehadiran lelaki tersebut sebagai calon menantunya. Bagaimana
mungkin putrinya yang cantik, cerdas dan dari keluarga kaya akan bersanding
dengan lelaki seperti itu? Spontan ia berkata kasar dan menolaknya untuk
menikahkan dengan putrinya.
Sa'd as Sulami cukup tegar menerima
penolakan tersebut, ia mengucap salam berpamitan dan meninggalkan rumah Amr bin
Wahb. Beberapa saat setelah Sa'd pergi, putri Amr, Atiqah segera berlari keluar
rumah mengejar Sa'd dan memanggilnya. Setelah Sa'd berhenti dan berpaling
kepadanya, Atiqah berkata, "Wahai hamba Allah, kembalilah! Jika memang
Rasulullah SAW menjodohkan engkau dengan aku, aku rela dengan apa yang
ditetapkan dan direlakan oleh Rasulullah!!"
Sejenak Sa’d bimbang, tetapi
kemudian ia melangkah meninggalkan gadis tersebut tanpa berkata apa-apa. Ia
tahu betul bahwa seorang gadis tidak bisa menentukan sendiri pernikahannya,
selama masih ada walinya, terutama ayahnya. Itulah ketentuan yang pasti dari
Allah dan Rasul-Nya. Apalagi jelas-jelas sang ayah telah menolaknya.
Melihat reaksi Sa'd seperti itu,
Atiqah segera kembali ke rumah dan berkata kepada ayahnya, "Wahai Ayah,
carilah selamat! Segeralah engkau menemui Rasulullah SAW dan memenuhi perintah
beliau, sebelum wahyu datang dan menelanjangi aib engkau di tengah masyarakat
Arab. Jika memang Rasulullah SAW telah menjodohkan aku dengan lelaki itu, maka
aku rela menerima apa yang Allah dan Rasul-Nya telah rela untukku!!"
Amr yang telah mulai hilang
kekagetannya, memang menyadari kekeliruan sikapnya yang begitu tergesa.
Seharusnyalah ia mengkonfirmasi terlebih dahulu kepada Nabi SAW sebelum
mengambil sikap. Ia memahami apa yang disampaikan putrinya tersebut, dan segera
saja ia berangkat ke masjid menemui Nabi SAW. Setibanya di sana , beliau langsung bersabda, "Kamukah
orangnya yang menolak apa yang dikehendaki oleh Rasulullah?"
Amr berkata penuh takdzim dan
penyesalan, "Benar, ya Rasulullah, tetapi saya memohon ampunan kepada Allah.
Saya kira dia itu berbohong dalam berbicara. Jika dia memang benar, maka saya
tidak berkeberatan menikahkannya dengan putri saya, karena sesungguhnya kami
(sekeluarga) berlindung kepada Allah dari kemurkaan Allah dan kemurkaan
Rasul-Nya…!!"
Nabi SAW bergembira dengan
perkataan Amr, kemudian memanggil Sa'd as Sulami untuk mendekat. Saat itu juga Amr menikahkan putrinya, Atiqah
dengan Sa'd dengan maskawin 400 dirham. Usai prosesi ijab kabul , Nabi SAW memerintahkan Sa'd untuk
menemui istrinya tersebut dan mempergaulinya dengan baik. Tetapi Sa'd beralasan
akan mengumpulkan uang untuk mas kawin dan membelikan bawaan untuk istrinya
terlebih dahulu.
Beberapa hari berlalu, keluarga Amr
harap-harap cemas karena Sa'd tak juga datang untuk menemui istrinya yang telah
dinikahinya atas perintah dan restu Rasulullah SAW. Atiqah sendiri juga gelisah
dengan ketidakhadiran suaminya tersebut. Bagaimanapun ia sangat gembira karena
suaminya tersebut adalah pilihan Rasulullah SAW. Penampilan luarnya memang
tidak menarik, tetapi pastilah kualitas jiwa dan keimanannya tidak mungkin
diragukan lagi.
Dalam ketidak-pastian tersebut,
tiba-tiba datang utusan Rasulullah SAW datang ke rumahnya sambil membawa dan
menyerahkan kuda, pedang, tombak, perisai dan beberapa barang lainnya. Utusan
ini menyampaikan pesan Nabi SAW, "Sesungguhnya Allah telah menikahkan Sa'd
dengan wanita yang lebih baik dari putri kalian..!!"
Amr dan keluarganya tampak tidak
mengerti akan pesan Nabi SAW. Akhirnya utusan tersebut menceritakan kalau Sa'd
telah syahid dalam pertempuran yang diikutinya bersama Nabi SAW, dan
barang-barang tersebut adalah warisannya yang harus diberikan kepada istrinya,
Atiqah binti Amr, walau Sa'd belum pernah mempergaulinya sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar