Wahsyi bin Harb
al Habsyi adalah sosok yang cukup terkenal pada perang Uhud, tetapi terkenal dalam
sisi jeleknya. Ia adalah pembunuh sahabat dan paman Nabi SAW, Hamzah bin Abdul
Muthalib, yang jasadnya kemudian dirusak oleh Hindun binti Utbah, sebagai balas
dendam atas kematian bapak, paman, saudara dan putranya yang dibunuh oleh
Hamzah dalam perang Badar.
Wahsyi
sebenarnya adalah budak milik Jubair bin Muth'am yang pamannya juga tewas di
perang Badar dibunuh oleh Hamzah. Ia dijanjikan akan dibebaskan dari perbudakan,
jika ia berhasil membalas dendam membunuh Hamzah. Hindun ikut menjanjikan
hadiah-hadiah yang berlimpah jika ia berhasil membunuh Hamzah.
Wahsyi memang
mempunyai keahlian melempar tombak dengan teknik Habsyi, tempat asalnya
Habasyah, Afrika. Ia terus melatih kemampuannya itu. Tibalah saat perang Uhud
berlangsung, Wahsyi tidak punya tujuan lain kecuali untuk membunuh Hamzah demi
untuk kebebasannya dari perbudakan. Praktis ia tidak melakukan pertempuran
dengan orang muslin lainnya kecuali hanya mengendap-endap mendekati Hamzah yang
berperang bagai banteng mengamuk Ia
mencari kesempatan yang tepat untuk bisa melemparkan tombaknya.
Ketika kondisi
berbalik dari kemenangan kaum muslim menjadi kekalahan, karena sebagian besar
pemanah yang ditugaskan Nabi SAW menjaga dari sisi bukit turun untuk mengambil
ghanimah, posisi Hamzah jadi terbuka. Seorang kafir Quraisy bernama Siba' bin
Abdul Uzza sedang melayani Hamzah bertarung, saat pedang Hamzah mengenai leher
Siba', saat itulah Wahsyi melemparkan tombaknya, mengenai pinggangnya hingga
tembus ke depan. Hamzah sempat akan berdiri kemudian jatuh lagi dan meninggal.
Wahsyi mencabut tombaknya dari tubuh Hamzah dan kembali dan menunggu di
kemahnya. Ketika pertempuran usai, ia kembali ke Makkah bersama rombongan kaum
kafir Quraisy. Atas keberhasilannya ini, Wahsti memperoleh kebebasannya dari
perbudakan.
Saat Fathul
Mekkah, seperti kebanyakan orang yang mempunyai kesalahan besar terhadap Islam,
Wahsyipun berusaha melarikan diri, ia lari ke Thaif. Ketika utusan dari Thaif
akan menghadap Rasullullah SAW untuk menyatakan keislaman, ia berfikir untuk
lari ke Syiria, Yaman atau tempat lainnya. Tetapi dalam kebingungannya,
seseorang berkata kepadanya, "Hai orang bodoh, Rasulullah tidak akan
membunuh seseorang yang memeluk Islam."
Wahsyi datang ke
Madinah. Saat terlihat oleh Rasulullah SAW, Wahsyi segera berdiri di depan
Beliau dan mengucap syahadat. Nabi Saw mengenali Wahsyi dan memintanya untuk
menceritakan proses ia membunuh Hamzah. Usai ia bercerita, Nabi SAW tampak
sangat bersedih mengingat apa yang terjadi pada pamannya di Perang Uhud
tersebut. Kemudian beliau bersabda,
"Sungguh amat disesalkan!! Engkau telah muslim, tetapi sebaiknya
engkau menghindarkan perjumpaan denganku."
Sungguh sangat
dimaklumi sikap Nabi SAW ini. Walau sebagai paman, Hamzah sebaya dengan Nabi SAW, bermain dan tumbuh
dewasa bersama sebagai sahabat. Ketika kemudian Hamzah masuk Islam, tak lama
disusul oleh Umar bin Khaththab, mereka berdua menjadi pilar yang kokoh dalam
meredam perlakuan kejam orang-orang kafir Quraisy, bahkan mereka melakukan
perlawanan yang tidak mungkin dilakukan sebelumnya, termasuk beribadah dengan
terang-terangan di dekat Ka'bah.
Terbunuhnya
Hamzah di Perang Uhud, apalagi jasadnya dirusak Hindun untuk mengambil hatinya,
adalah kehilangan besar bagi diri pribadi Rasullullah SAW ataupun bagi Islam.
Saat melihat jasad paman dan sahabat yang dicintainya tersebut, Rasullullah SAW
sempat memberikan ancaman atas kebiadaban orang-orang kafir Quraisy dan
melakukan pembalasan terhadap 30 orang dengan cara yang sama. Tetapi kemudian
Allah menegaskan bahwa Rasullullah SAW adalah rahmatan lil 'alami, sehingga
beliau tidak pernah melaksanakan ancamannya tersebut.
Sejak saat itu
Wahsyi berusaha untuk tidak bertemu dengan Rasullullah SAW sampai beliau wafat.
Mungkin tidak mengenakkan bagi Wahsyi
untuk tidak bisa bergaul rapat dengan sosok mulia seperti Rasullullah SAW,
tetapi atas apa yang dilakukannya di masa lalu, ia bisa memahaminya. Cukup bisa
melihat Nabi SAW dari kejauhan dan menjadi umatnya adalah suatu karunia besar.
Saat Khalifah Abubakar
mengirim pasukan ke Yamamah untuk menumpas nabi palsu Musailamah Al Kadzdzab,
Wahsyi ikut serta dalam pasukan ini dengan membawa tombak yang dahulu ia pergunakan
membunuh Hamzah. Tekadnya bulat untuk menebus kesalahannya di masa lalu dalam
peperangan ini. Sambil bertempur ia terus bergerak mendekati posisi nabi palsu
itu. Pada saat yang tepat, ia melihat Musailamah berdiri dengan pedang
terhunus, dilemparkan tombaknya dengan teknik Habsyi yang dikuasainya, tepat
mengenai nabi palsu itu hingga tewas. Wahsyi berkata, "Sungguh dengan
tombak ini saya telah membunuh sebaik-baiknya manusia, yaitu Hamzah, saya
berharap semoga Allah mengampuniku, karena dengan tombak ini pula saya telah
membunuh sejahat-jahatnya manusia, yaitu Musailamah…!"
subhanallah
BalasHapusMasyaAllah
BalasHapus