Khadijah binti
Khuwailid RA merupakan seorang wanita terpandang di Makkah, dari keturunan yang
mulia, juga seorang pengusaha yang sukses. Khadijah telah menikah dua kali
sebelum pernikahannya dengan Rasulullah SAW. Sebagian riwayat mengatakan bahwa
Khadijah menikah pertama kalinya dengan Atik bin Aidz, ia mempunyai seorang anak perempuan bernama Hindun, yang
kemudian menjadi seorang muslimah yang taat. Setelah berpisah dengan Atik,
Khadijah menikah lagi dengan Abu Halah, atau nama aslinya Nabasyi bin Malik.
Dari pernikahannya ini ia mempunyai dua
orang anak, lelaki dan perempuan (sebagian riwayat mengatakan, keduanya
lelaki). Abu Halah meninggal terlebih dahulu. Riwayat lain menyebutkan, Abu
Halah suami pertamanya, baru kemudian Atik bin Aidz.
Dalam status
jandanya yang kedua kali ini, banyak sekali pemuka dari kaum Quraisy yang ingin
memperistrinya, tetapi dengan tegas ia menolaknya. Khadijah mempunyai kebiasaan
meminta seseorang untuk menjalankan dagangannya dan membagi keuntungan dengan
mereka. Tatkala ia mendengar kabar tentang Muhammad yang mempunyai kejujuran,
kredibilitas dan kemuliaan akhlak, ia menawarkan untuk menjalankan dagangannya
ke Syam. Atas dorongan dan dukungan dari pamannya, Abu Thalib, Muhammad yang
kala itu masih pemuda berusia 25 tahun menerima
tawaran ini.
Beliau berangkat
disertai pembantu Khadijah yang bernama Maisarah, dan perdagangannya ini
memperoleh keuntungan yang sangat besar. Melihat hal ini Khadijah jadi sangat
tertarik dengan Muhammad, apalagi setelah memperoleh cerita dari Maisarah
tentang kejujuran dan ketinggian akhlak beliau selama menjalankan
perdagangannya di Syam.
Suatu malam,
Khadijah bermimpi melihat matahari turun ke kota Makkah, kemudian bergerak menuju ke
rumahnya, sehingga cahayanya menerangi seluruh penjuru rumah dan sekelilingnya.
Khadijah mendatangi anak pamannya, Waraqah bin Naufal, seorang pemeluk Nashrani
yang mempunyai pengetahuan yang luas dan mampu menafsirkan impian seseorang.
Setelah mendengar cerita Khadijah, Waraqah yang telah tua dan buta itu
menyatakan bahwa akan turun seorang Nabi di kota Makkah dan Khadijah akan menjadi
istrinya. Dan dari dalam rumahnya dakwah akan menyebar ke penjuru Arabia .
Khadijah mempunyai
firasat kuat bahwa calon nabi tersebut adalah Muhammad. Siapa lagi orang di
Makkah yang mempunyai kualitas akhlak dan perilaku yang lebih baik daripada
dia. Ditambah lagi dengan cerita Maisarah selama mengiring Muhammad menjalankan
perdagangannya ke Syam, di antaranya, adanya gulungan awan yang menaungi mereka
sehingga terhindar dari teriknya matahari padang
pasir. Karena itu muncul keinginannya untuk menikahinya.
Dengan
perantaraan seorang temannya bernama Nafisah binti Munyah, Khadijah menyampaikan
maksudnya untuk menikahi Muhammad kepada pamannya, Abu Thalib. Beliau menyambut
baik keinginan Khadijah tersebut. Walau telah berusia 40 tahun, Khadijah adalah seorang wanita yang
cantik dan pandai, kaya dan terpandang sekaligus sangat menjaga dirinya, sehingga memperoleh gelar Thahirah
(wanita suci), dan sangat jauh dari budaya jahiliah.
Muhammad segera
menghubungi paman-pamannya untuk melamar Khadijah. Perkawinan berlangsung
meriah, dihadiri oleh Bani Hasyim dan
pemuka Bani Mudhar. Mas kawin yang diberikan Nabi SAW adalah 20 ekor
unta muda, yang menjadi wali Khadijah
adalah pamannya, Umar bin Asad karena ayahnya, Khuwailid telah meninggal
dunia. Perkawinan ini berlangsung dua
bulan sepulangnya beliau dari perdagangan di Syam.
Nabi SAW sangat
mencintai Khadijah, jauh melebihi istri-istri beliau lainnya, termasuk setelah
kewafatannya, sehingga pernah memancing kecemburuan Aisyah. Ketika beliau
menyebut nama Khadijah yang telah wafat, Aisyah berkata emosional,
"Mengapa engkau masih saja mengingat wanita tua Quraisy, yang sudah
meninggal itu. Bukankah Allah telah memberikan ganti dengan istri yang lebih
baik darinya!!"
Memang, Aisyah
merupakan istri yang paling dicintai beliau dibanding istri-istri beliau
lainnya. Tetapi sebaik apapun Aisyah, di mata Rasulullah, ia tidak bisa
dibandingkan dengan Khadijah. Beliau bersabda, "Demi Allah, tiada yang
lebih baik dari dirinya. Ia telah mempercayaiku ketika semua orang mendustakan.
Ia merelakan semua hartanya, ketika semua orang malah menahannya, dan Allah mengaruniakan
anak-anak darinya dan tidak dari istri-istriku lainnya…"
Siapa yang tidak
tahu, bagaimana besarnya peran Khadijah pada masa-masa awal beliau mengemban
risalah Islam ini. Ketika beliau dalam kegoncangan jiwa saat pertama kali
bertemu Jibril, dialah yang menentramkan dan menguatkan jiwa beliau, bahkan
membawa beliau kepada Waraqah bin Naufal untuk memantapkan bahwa beliau berada
di dalam kebenaran. Ketika hampir seluruh pemuka-pemuka Quraisy memusuhi dan
mengingkarinya, dialah yang jadi pembela dan sandaran kekuatan beliau, bersama
Abu Thalib. Maka tatkala dua orang ini meninggal, beliau tidak bisa
menyembunyikan kesedihannya, sehingga dalam sejarah dikenal sebagai "Tahun
Duka Cita" (Amul Huzni).
Suatu saat Nabi
SAW dikirimi seseorang unta yang telah disembelih, beliau mengambil sendiri
beberapa bagian, kemudian menyuruh seseorang mengantarkan kepada teman
Khadijah. Melihat hal itu, Aisyah berkata, "Mengapa engkau mengotori
tanganmu sendiri, bukankah bisa orang lain mengerjakannya?"
Nabi SAW menjelaskan
bahwa Khadijah pernah berwasiat kepada beliau seperti itu. Kontan muncul
kecemburuan Aisyah, ia berkata, "Khadijah lagi, Khadijah lagi…seolah-olah
tidak ada lagi wanita di bumi ini selain Khadijah…!!"
Mungkin reaksi
yang wajar dari seorang istri, dan beliau mungkin bisa memakluminya kalau
menyangkut istri beliau lainnya. Tetapi karena ini menyangkut Khadijah, tampak
sepercik kemarahan pada wajah beliau. Tanpa banyak bicara, beliau bangkit
berdiri dan pergi.
Beberapa waktu
kemudian beliau kembali menemui Aisyah, tampak ia menangis sedang ditemani
ibunya, Ummu Ruman. Ummu Ruman berkata, "Ya Rasulullah, ada apa antara
engkau dengan Aisyah? Ia masih anak-anak, hendaklah engkau
memaafkannya….!"
Nabi SAW
tersenyum, sambil memegang ujung bibir Aisyah beliau berkata, "Bukankah
engkau sendiri yang berkata, tidak ada wanita lain di bumi ini selain
Khadijah…!!"
Inilah Khadijah,
walaupun Allah telah memberikan ganti dengan istri-istri lainnya, dari yang
muda, dewasa, juga yang tua (yakni Saudah bin Zam'ah), yang cantik dan
berbakti, yang mandiri, sabar dan tidak membebani Nabi SAW, tetapi tetaplah
Khadijah yang menjadi sosok utama di dalam hati beliau.
Salam ya Ummi Sayyidah Khadijah r.a, sungguh engkau teladan bagi para wanita, juga Putri tercintamu Fatimah Azzahra penghulu kaum wanita di syurga
BalasHapus