Khalid bin Walid
adalah seorang sahabat ahli peperangan, dan dikenal dengan nama Saifullah,
Pedang Allah. Mungkin ia tidak bisa ‘sepenuhnya’ disebut sebagai sahabat
Muhajirin, namun demikian ia telah memeluk Islam sebelum terjadinya Fathul
Makkah. Tidak ada suatu pertempuran yang dipimpinnya kecuali ia memperoleh
kemenangan, termasuk ketika ia masih musyrik. Khalid-lah yang menjadi ‘kunci
kemenangan’ pasukan kafir Quraisy pada perang Uhud, padahal sebelumnya mereka
telah kocar-kacir dan berada di ambang kekalahan.
Ketika Nabi SAW
berniat umrah ke Makkah, yang berakhir dengan Perjanjian Hudaibiyah, Khalid bin
Walid memimpin pasukan berkuda kaum
Quraisy untuk menghalangi kedatangan beliau tersebut. Kedua golongan bertemu di
Usfan, Nabi SAW dan sahabatnya berhenti untuk melakukan shalat Dhuhur di
hadapan pasukan berkuda Khalid pada jarak tertentu, kemudian beliau melanjutkan
dengan shalat Ashar dengan cara shalat Khauf.
Sebenarnya
Khalid sudah berniat untuk menyerang pasukan muslim, tetapi niat itu tidak
menguat untuk direalisasikan. Khalid sadar, selama beberapa kali pertempuran
melawan pasukan muslim ia tidak pernah menang, walau sempat menggoyahkan
seperti yang terjadi di perang Uhud. Setelah selesai shalat, ternyata
Rasulullah SAW memutuskan untuk memilih jalan sebelah kanan sehingga terhindar
pertemuan dengan pasukan berkuda Khalid. Melihat hal itu, Khalid berkata dalam hati,
"Lelaki itu (Nabi SAW) sedang dihalangi…"
Khalid bin Walid
adalah seorang ahli strategi, karenanya ia sadar bahwa perjanjian Hudaibiyah
lebih merupakan kekalahan bagi kaum kafir Quraisy daripada kemenangan. Memang
sekilas tampak golongan musyrik Quraisy Makkah lebih diuntungkan daripada kaum
Muslimin Madinah, seperti juga persepsi sebagian besar kaum muslimin, termasuk
Umar bin Khaththab. Tetapi tidak di mata Khalid bin Walid.
Khalid bergulat
dengan pemikirannya sendiri, "Apa lagi yang masih tersisa? Kepada Najasyi?
Sesungguhnya ia telah mengikuti Muhammad, dan para sahabat beliau berada di
sisinya dalam keadaan aman. Haruskah aku menyertai Hiraqla dan mengikuti agama
Nashrani? Atau memeluk Yahudi lalu hidup di kalangan orang-orang 'ajam?"
Ia tidak bisa
segera memutuskan, dan tetap tinggal bersama kaumnya. Setahun kemudian, ketika
Nabi SAW melakukan umrah Qadhiyyah, umrah pengganti yang dihalangi oleh kaum
Quraiys sebelumnya, Khalid menyembunyikan diri karena tidak ingin menyaksikan
kedatangan Rasulullah SAW dan para sahabatnya, yang sebagian dari mereka masih
kerabatnya juga.
Walid bin Walid,
saudaranya yang telah memeluk Islam berusaha menemukannya, tetapi tidak
berhasil. Ia meninggalkan surat
untuk Khalid. Dalam suratnya itu, Walid menceritakan kalau Rasulullah SAW
menanyakan keberadaannya, beliau juga menyatakan keheranannya karena orang
cerdas seperti Khalid belum bisa melihat nilai kebenaran Islam. Walid
menceritakan bahwa Nabi SAW bersabda tentang dirinya, "Orang seperti dia
masih tidak tahu tentang Islam? Jika ia berusaha dengan gigih dan menggunakan
kemampuan perangnya untuk membantu orang Islam, tentu itu lebih baik baginya.
Dan kami akan mendahulukannya sebelum yang lainnya."
Perjalanan ke
Madinah tidaklah mudah untuk ditempuh sendirian, karena itu ia memerlukan
seorang teman perjalanan yang sepemahaman, yang sekaligus bersedia untuk
memeluk Islam. Khalid memilih di antara teman dekatnya, pertama ia mengajak
Shafwan bin Umayyah, tetapi Shafwan menolak dengan penolakan yang kuat, bahkan
ia berkata, "Jika tiada siapapun lagi yang tersisa kecuali aku, pasti aku
tidak akan mengikutinya selama-lamanya."
Khalid bisa
memaklumi karena bapak dan saudaranya terbunuh di perang Badar, sehingga ia
begitu dendam kepada Nabi SAW. Begitu dendamnya hingga ia pernah
"membiayai" Umair bin Wahb untuk membunuh Nabi SAW setelah perang
Badr selesai, tetapi makarnya ini justru membawa Umair bin Wahb masuk Islam.
Kemudian Khalid
menghubungi Ikrimah bin Abu Jahal, tetapi iapun memberikan jawaban yang kurang
lebih sama dengan Shafwan. Khalid minta pada Ikrimah untuk merahasiakan niatnya
ini dari orang-orang Quraisy, dan Ikrimah menyetujuinya. Akhirnya ia memutuskan
untuk berangkat sendiri.
Ketika sedang
mempersiapkan perbekalan dan tunggangannya, ia melihat salah seorang sahabatnya
yang lain, Utsman bin Thalhah. Ia ingin memberitahukan niatnya, tetapi sempat
ragu-ragu karena seperti halnya Shafwan dan Ikramah, banyak saudaranya yang
terbunuh ketika berperang melawan Nabi SAW. Bagaimanapun juga ia sudah dalam
proses keberangkatan, karena itu tidak ada salahnya ia memberitahukannya pada
Utsman. Maka Khalid menceritakan apa yang dirasakannya dan juga keputusannya
untuk memeluk Islam, sebagaimana yang disampaikan pada Shafwan dan Ikramah, dan ia mengajak Utsman memeluk
Islam dan menemaninya menjumpai Nabi SAW di Madinah. Di luar dugaan, ternyata
Utsman menyambut ajakan Khalid ini. Mereka membuat janji untuk bertemu besok
paginya di Ya'juj, sekitar 8 mil di luar kota
Makkah.
Khalid
meninggalkan rumah ketika waktu sahur dan telah sampai di Ya'juj sebelum fajar,
Utsman pun telah menunggunya. Mereka meneruskan perjalanan, dan beristirahat
sesampainya di Haddah. Tak lama berselang datang seorang penunggang unta
mendekat, yang ternyata 'Amr bin 'Ash. Ketiga orang ini ternyata mempunyai
tujuan yang sama, bahkan 'Amr bin 'Ash telah menyatakan Islam di hadapan
Najasyi, Raja Habasyah. Merekapun bersama -sama menuju Madinah menemui Nabi
SAW.
Sesampainya di
Harrah, di luar kota
Madinah, mereka menambatkan ontanya dan Khalid berganti pakaian dengan pakaian
yang terbaik dan berangkat menemui Rasulullah SAW. Walid bin Walid, adik Khalid
yang telah menunggunya, berkata, "Bersegeralah, sesungguhnya Rasulullah
telah diberitahu tentang kedatangan kalian dan beliau sangat gembira. Beliau
telah menunggu kedatangan kalian."
Mereka bertiga
mempercepat langkah menuju masjid dimana Nabi SAW telah menunggu. Khalid
mengucap salam pada beliau, setelah dijawab, ia langsung mengucap syahadat
sebagai ba'iat keislamannya. Nabi bersabda, "Marilah !! Segala puji bagi
Allah yang telah memberikan hidayah kepadamu, sungguh aku telah melihat engkau
sebagai orang yang berakal cerdik, dan aku berharap akalmu tidak akan
mengantarkanmu kecuali kepada kebaikan semata!"
Khalid berkata, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku telah terlibat dengan beberapa pertempuran melawan
engkau dengan penuh penentangan, hendaknya engkau memohonkan ampun kepada Allah
atas semua itu!"
Nabi SAW mendoakan
ampunan untuk Khalid seperti yang dimintanya. Setelah itu menyusul 'Amr dan
Utsman menghadap Nabi SAW menyatakan
ba'iat keislamannya.
Khalid begitu
inginnya memperoleh syahid, tetapi kehendak Allah berbicara lain. Begitu banyak
pertempuran dan medan
juang yang diterjuninya, bahkan terkadang terkesan "nekad" demi untuk
gugur sebagai syahid, tetapi tidak pernah menjadi kenyataan. Karena setiap
pertempuran yang diikuti atau dipimpinnya, atas pertolongan Allah selalu
berakhir kemenangan. Mungkin ini tidak lepas dari gelar yang diberikan
Rasulullah SAW kepadanya, Saifullah,
Pedang Allah, yang dengannya Allah SWT meninggikan panji-panji Islam di
seantero jazirah Arabia.
Ia terbaring
sakit di tempat tidurnya. Ketika tanda-tanda ajalnya telah dekat, ia berkata,
"Sungguh aku telah mencari kesyahidan di tempat-tempat yang mungkin ada,
tetapi Allah tidak menakdirkan demikian kecuali kematian di atas tempat tidurku
ini. Tidak ada satu amalan yang lebih kuharapkan, kecuali satu malam yang aku
lalui bersiap memakai tameng dan senjata, sedang saat itu hujan sampai pagi,
sampai akhirnya kami menyerang musuh."
Memang,
kesibukannya berjuang di jalan Allah membuatnya ia tidak sempat membaca dan
mempelajari Al Qur'an dengan intensif, sebagaimana kebanyakan sahabat lainnya.
Ia juga juga berpesan, setelah kematiannya, kuda dan senjata-senjatanya
hendaknya disedekahkan di jalan Allah. Ia meninggal di masa khalifah Umar,
sebagian riwayat menyatakan ia meninggal di Madinah, sebagian yang lain di kota Homs .
Inalilahi wainalilahi rojiun ... orang yg dijauhi malaikat elmaut di medang pertempuran. smoga diampuni sgala dosa2nya, diterima iman-islamnya.
BalasHapus