Selasa, 12 Juni 2012

Sa'd bin Abi Waqqash RA


Sa'd bin Malik az Zuhri, atau lebih dikenal sebagai Sa'd bin Abi Waqqash masih termasuk paman Nabi SAW, tetapi usianya jauh lebih muda daripada beliau. Ia memeluk Islam ketika berusia 17 tahun, dan termasuk as sabiqunal awwalun. Sebagian riwayat menyatakan ia orang ke tiga, ke empat atau ke tujuh dari kalangan lelaki remaja/dewasa, yang jelas ia memeluk Islam lewat informsi dan pengaruh Abu Bakar.
Hidayah itu datang berawal dari sebuah mimpi. Sa’d bermimpi matahari tidak muncul lagi sehingga dunia diliputi kegelapan. Tidak ada lagi bedanya siang dan malam. Tetapi kemudian muncul seberkas cahaya, yang di antara cahaya tersebut ada wajah-wajah yang dikenalinya, Abu Bakar, Zaid bin Haritsah dan Ali bin Abi Thalib. Ia bertanya, "Kapan kalian datang, tiba-tiba saja sudah ada di sini?"
Mereka berkata, "Ya saat ini kami datang…."
Setelah itu mereka lenyap dan Sa'd terbangun dari mimpinya. Ia gelisah memikirkan mimpinya sehingga fajar menjelang. Pagi harinya ia berangkat ke tempat pekerjaannya seperti  biasa, tetapi tidak ada kegairahan kerja seperti hari-hari sebelumnya. Dalam keadaan yang demikian, Abu Bakar muncul. Mereka berbincang-bincang dan Abu Bakar menceritakan tentang risalah yang dibawa Nabi SAW, Abu Bakar mengajaknya untuk memeluk Islam seperti dirinya. Tiba-tiba saja suasana hatinya berubah menjadi cerah, seperti suasana mimpinya ketika berkas cahaya muncul menyibak kegelapan tanpa matahari. Tanpa pikir panjang ia menerima ajakan Abu Bakar, mereka berdua berjalan menuju tempat Nabi SAW, dan Sa'd berba'iat memeluk Islam.
Ketika diketahui Sa'd bin Abi Waqqash masuk Islam, ibunya sangat tidak menyetujuinya, padahal Sa'd orang  yang sangat menghormati dan menyantuni ibunya. Sang ibu menyuruh Sa'd untuk meninggalkan Islam, dan mengancam, "Wahai Sa'd, agama apa yang kamu peluk itu? Sekarang kau harus pilih, kau kembali ke agama nenek moyangmu, atau aku tidak akan makan dan minum sampai aku mati karena perbuatanmu itu?"
Sa'd hanya berkata, "Jangan kau lakukan itu wahai Ibu, tetapi aku tidak akan meninggalkan agamaku ini."
Ibunya pun melaksanakan ancamannya, ia tidak makan dan minum. Hingga hari ketiga, ketika keadaan ibunya sudah sangat payah dan mengkhawatirkan, Orang-orang menjemput Sa'd dan menghadapkan pada ibunya. Sa'd akhirnya berkata, "Demi Allah, jika ibu mempunyai seribu nyawa, dan keluar satu persatu, aku tidak akan meninggalkan agama Islam ini."
Melihat tekad anaknya yang begitu kuat, tidak bisa ditawar-tawar lagi, akhirnya sang ibu mengalah dan makan minum lagi seperti biasanya, dan Sa'd pun tetap dengan baik bergaul dengan ibunya, walau tetap dalam agama jahiliahnya. Sebagian riwayat menyebutkan, peristiwa Sa'd dengan ibunya ini menjadi asbabun nuzul dari Surah Luqman  ayat 14-15, tentang bagaimana bergaul dengan orang tua.
Nabi SAW pernah menyatakan ada sepuluh sahabat yang dijamin pasti masuk surga, ketika mereka masih hidup. Selain empat sahabat Khulafaur Rasyidin, mereka adalah Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'id bin Zaid, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah bin Jarrah dan tentunya Sa'd bin Abi Waqqash sendiri. Ia memang tidak pernah tertinggal berjuang bersama Nabi SAW, bahkan ia adalah orang Arab pertama yang memanah di jalan Allah. Ia pernah bersama Rasulullah dalam suatu pasukan tanpa bahan makanan yang mencukupi, kecuali hanya daun-daun pohon hublah dan pohon samurah. Akibatnya ada beberapa anggota pasukan yang kotorannya seperti kotoran  kambing karena sangat keringnya.
Suatu ketika Nabi SAW merasa begitu senang dan berkenan dengan perilaku Sa'd, beliaupun berdoa,  "Ya Allah, tepatkanlah panahnya, dan kabulkanlah doanya."
Sejak saat itu, panah Sa'd merupakan senjata andalan dan sangat ditakuti oleh musuh. Siapapun yang menjadi sasaran panahnya, ia tidak akan lolos dan selamat lagi. Begitu juga dengan doanya, apapun yang dipanjatkannya seolah tak ada penghalang antara dirinya dengan Allah SWT.
Pernah suatu ketika ada seseorang yang memaki Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bib Awwam. Sa'd menasehatinya untuk menghentikan perbuatannya tersebut, tetapi orang tersebut masih terus saja memaki tiga orang sahabat utama tersebut. Sa'd pun mengancam akan mendoakan kepada Allah, tetapi dengan sinis ia berkata kepada Sa'd, "Kamu menakut-nakuti aku seolah engkau seorang Nabi saja….!"
Sa'd pun akhirnya pergi ke masjid, ia berwudhu dan shalat dua rakaat, kemudian berdoa, "Ya Allah, kiranya menurut ilmu-MU, orang ini telah memaki sekelompok orang yang telah memperoleh kebaikan dari Engkau, dan sekiranya sikapnya tersebut mengundang kemurkaan-MU, aku mohon Engkau tunjukkan suatu  pertanda yang akan menjadi pelajaran bagi yang lainnya…."
Tidak lama kemudian, ada seekor unta yang menjadi liar masuk kerumunan orang. Anehnya ia seolah-olah mencari seseorang, dan ketika ditemukan lelaki yang memaki tiga sahabat tersebut, ia menerjang, menyepak dan menginjak-injak lelaki tersebut hingga tewas.
Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, Sa'd bin Abi Waqqash dipilih memimpin sebuah pasukan untuk memerangi tentara Persia di bawah pimpinan Rustum. Pertempuran yang disebut dengan Perang Qadisiah ini sebenarnya tidak berimbang, tentara muslim hanya 30.000 sedang tentara Persia sebanyak 100.000 orang. Riwayat lain menyebutkan 120.000 orang. Namun demikian tidak ada kegentaran pada diri Sa'd.
Sebelum pertempuran dimulai, Rustum meminta agar mengirim utusan untuk melakukan pembicaraan atau negosiasi. Maka Sa'd mengirim Rib'i bin Amir. Esoknya Rustum masih meminta lagi, dikirimlah Huzaifah bin Mihsan. Dan ketiga kalinya, Sa'd mengirim Mughirah bin Syu'bah. Tiga kali pembicaraan ini menemui jalan buntu, karena bagi pasukan muslim, mereka hanya punya tiga pilihan seperti diperintahkan Nabi SAW, pertama agar mereka memeluk Islam, atau mereka tunduk kepada Madinah (Islam) walau tidak menerima Islam, tetapi harus membayar jizyah (pajak), atau pilihan terakhir perang.
Peperangan yang akhirnya terjadi, karena Rustum tidak mau memilih opsi pertama atau kedua. Ia merasa bisa dengan mudah mengalahkan pasukan muslim yang hanya sepertiga atau seperempatnya saja. Tetapi tepat ketika perang akan dimulai, Sa'd mengalami sakit bisul pada sekujur tubuhnya sehingga ia tidak bisa menaiki kuda. Karena itu ia memimpin pasukan dari tenda komandonya. Tetapi riwayat lain menyebutkan, ia menunjuk Khalid bin Arfathah untuk memimpin pasukan. Namun demikian pasukan muslim bisa memporak-porandakan pasukan Rustum yang jauh lebih besar. Mereka lari mengundurkan diri ke Nawahand, dan kemudian mundur lagi ke Madain, ibukota Persia karena pasukan muslim terus mengejar mereka.
Setelah berlalu dua tahun, Khalifah Umar memerintahkan Sa'd untuk menyerang Madain. Walaupun kota Madain dipisahkan dengan sungai Tigris, pasukan muslim mampu menyeberangi sungai tersebut dengan strategi yang tepat. Pertama Sa'd mengirim dua kelompok pasukan yang dipimpin Ashim bin Amr dan Qa'qa' bin Amr menyeberang terlebih dahulu, dan mengamankan posisi di seberang. Baru setelah itu pasukan utama menyeberang,  gelombang demi gelombang. Salman al Farisi yang aslinya berbangsa Persia sampai takjub tak percaya mereka mampu menyeberangi sungai Tigris dengan kuda-kudanya, seolah di daratan saja.
Sa'd, dengan doa makbulnya, hanya memerintahkan anggota pasukannya untuk berdzikir, "Hasbunallah wa nikmal wakil," sepanjang mereka menyeberangi sungai Tigris, sehingga tidak seorangpun yang celaka, bahkan juga tidak satu barangpun yang hilang terbawa arus air sungai. Akhirnya Madain ditaklukkan, dan runtuhlah simbol kekuasaan  penyembah api yang telah ratusan atau ribuan tahun bertahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar