Kamis, 18 Desember 2014

Buraidah bin Hushaib al Aslamy RA

            Buraidah bin Hushaib al Aslamy dan kaumnya tinggal di suatu tempat bernama al Ghamim, suatu lembah berjarak satu marhalah dari Makkah. Keislamannya justru berawal dari keinginannya untuk menangkap Nabi SAW dan Abu Bakar yang saat itu hijrah ke Madinah. Kaum kafir Quraisy memang menjanjikan hadiah seratus ekor unta bagi yang bisa menemukan atau menunjukkan keberadaan mereka. Seperti halnya Suraqah bin Malik, Buraidah sangat berharap bisa memperoleh hadiah yang dijanjikan oleh kaum Quraisy tersebut. 
Bersama tujuhpuluh orang dari kaumnya, ia berusaha menemukan dan menelusuri jejak perjalanan rombongan hijrah Nabi SAW, dan ia menemukan mereka sedang beristirahat tidak jauh dari tempat tinggal kabilahnya. Tetapi, seperti halnya yang terjadi Suraqah bin Malik, begitu dekat dan berhadapan dengan Nabi SAW, ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk mewujudkan rencananya.
Ketika mereka telah tiba, Nabi SAW mempersilahkan mereka duduk dan mengajaknya berbincang-bincang, beliau juga menjelaskan tentang risalah Islam yang sedang beliau dakwahkan. Seketika itu hidayah Allah membuka hati Buraidah, ia bangkit dan melepas serbannya, kemudian mengikatnya di ujung tombaknya layaknya sebuah panji pertempuran, sambil berseru keras kepada orang-orang yang mengikutinya, “Pemimpin yang membawa keamanan dan perdamaian (yakni Rasulullah SAW) telah datang untuk memenuhi dunia dengan keadilan.”
Kemudian ia mengucap persaksian (syahadat) untuk memeluk Islam, disusul dengan tujuhpuluh orang pengikutnya itu. Nabi SAW sangat gembira menyambut keislaman mereka. Buraidah mengajak Nabi SAW dan rombongan hijrahnya untuk singgah di perkampungan mereka. Dan hampir semua dari 82 keluarga yang mendiami lembah itu memeluk Islam sebelum waktu isya, dan Nabi SAW berjamaah shalat isya bersama mereka.        
            Pada tahun 6 Hijriah, Nabi SAW memperoleh informasi bahwa Kabilah Bani Musthaliq menghimpun kekuatan untuk memerangi kaum muslimin, beberapa kabilah Arab lainnya juga bergabung dengan mereka. Karena itu beliau memerintahkan Buraidah bin Hushaib melakukan kegiatan mata-mata untuk memastikan informasi tersebut. ia segera berangkat melaksanakan tugas itu.
Tetapi tidak seperti umumnya mata-mata yang melakukan kegiatannya dengan rahasia dan diam-diam, Buraidah mendatangi Bani Musthaliq dan langsung menemui pemimpinnya, Harits bin Abu Dhirar yang memang telah cukup dikenalnya. Entah strategi dan siasat macam apa yang dilakukannya, sehingga ia memperoleh informasi yang lengkap dan akurat tanpa dicurigai sebagai mata-mata, langsung dari sumber pertama dan utamanya. Bahkan ia mengetahui mata-mata yang dikirimkan Harits bin Abu Dhirar untuk mengamati pergerakan Rasulullah SAW dan kaum muslimin.
Atas informasi dari Buraidah tersebut, Nabi SAW melakukan penangkapan terhadap mata-mata yang dikirim Bani Musthaliq, dan segera mempersiapkan pasukan untuk diberangkatkan ke sana. Harist bin Abu Dhirar sangat terkejut dengan serangan pasukan muslim yang sangat mendadak itu. Mereka masih menunggu kabar yang dibawa oleh mata-mata yang dikirimkannya, tetapi ternyata telah mendapat serangan dengan hebatnya. Beberapa kabilah Arab lainnya yang bergabung dengan Bani Musthaliq itu segera lari tunggang langgang menyelamatkan diri. Setelah melakukan serangan balasan yang tidak begitu berarti, Harist bin Abu Dhirar terbunuh, dan Bani Musthaliq menyerah kalah.
Dalam riwayat lain disebutkan, pasukan muslim melakukan pengepungan beberapa hari lamanya, dan akhirnya mereka menyerah kalah sebelum terjadinya kontak senjata secara langsung. Putri Harist bin Abu Dhirar, Juwairiyah binti Harist menjadi bagian ghanimah dan tawanan Tsabit bin Qais. Ia kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW dengan mahar, pembayaran kebebasannya dari tawanan Tsabit.
Pasukan terakhir yang dibentuk dan dikirim Rasulullah SAW adalah pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid untuk menyerang pasukan Romawi di daerah Palestina. Beberapa sahabat sempat keberatan atas penunjukkan Usamah sebagai panglima pasukan, karena saat itu usianya masih sangat muda, yakni 19 atau 20 tahun, sementara cukup banyak sahabat senior yang lebih berpengalaman ikut dalam pasukan tersebut, termasuk Umar bin Khaththab. Nabi SAW agak marah dengan “penolakan” Usamah tersebut. Dengan tegas beliau memerintahkan Buraidah bin Hushaib membawa panji peperangan ke rumah Usamah, sebagai penegasan keputusan yang tidak bisa diganggu gugat. Setelah diterimanya, Usamah sebagai komandan pasukan, menetapkan Buraidah sebagai pemegang panji tersebut. Tetapi pengiriman pasukan tersebut tertunda karena wafatnya Rasulullah SAW, dan baru diteruskan setelah Abu Bakar ditetapkan sebagai khalifah, dengan struktur dan formasi pasukan persis yang ditetapkan oleh Nabi SAW.

3 komentar:

  1. Perkara Hidayah memang semuanya adalah milik Allah semata
    Hamba bersyukur mendapat agama islam ini semenjak saya dilahirkan
    tapi ada juga orang kafir yang sudah mendapat hidayah untuk masuk islam tapi masih ragu.. hingga matinya ...
    ya Robbi bagaimana lah keadaanya dihari akhir nanti.. mungkin penyesalan itu tidak akan pernah bisa ditebusnya dengan apapun..

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  3. Cerita merapu ke apa?
    Kisah bani mustaliq,Rasulullah saw hidup lagi,berkahwin dgn anaknya Harith,ketua bani mustaliq..

    BalasHapus