Buraidah bin Hushaib al Aslamy dan kaumnya tinggal di suatu
tempat bernama al Ghamim, suatu lembah berjarak satu marhalah dari Makkah. Keislamannya
justru berawal dari keinginannya untuk menangkap Nabi SAW dan Abu Bakar yang
saat itu hijrah ke Madinah. Kaum kafir Quraisy memang menjanjikan hadiah
seratus ekor unta bagi yang bisa menemukan atau menunjukkan keberadaan mereka.
Seperti halnya Suraqah bin Malik, Buraidah sangat berharap bisa memperoleh
hadiah yang dijanjikan oleh kaum Quraisy tersebut.
Bersama tujuhpuluh orang dari
kaumnya, ia berusaha menemukan dan menelusuri jejak perjalanan rombongan hijrah
Nabi SAW, dan ia menemukan mereka sedang beristirahat tidak jauh dari tempat
tinggal kabilahnya. Tetapi, seperti halnya yang terjadi Suraqah bin Malik,
begitu dekat dan berhadapan dengan Nabi SAW, ia tidak bisa berbuat apa-apa
untuk mewujudkan rencananya.
Ketika mereka telah tiba, Nabi SAW
mempersilahkan mereka duduk dan mengajaknya berbincang-bincang, beliau juga
menjelaskan tentang risalah Islam yang sedang beliau dakwahkan. Seketika itu hidayah
Allah membuka hati Buraidah, ia bangkit dan melepas serbannya, kemudian
mengikatnya di ujung tombaknya layaknya sebuah panji pertempuran, sambil
berseru keras kepada orang-orang yang mengikutinya, “Pemimpin yang membawa
keamanan dan perdamaian (yakni Rasulullah SAW) telah datang untuk memenuhi dunia
dengan keadilan.”
Kemudian ia mengucap persaksian
(syahadat) untuk memeluk Islam, disusul dengan tujuhpuluh orang pengikutnya
itu. Nabi SAW sangat gembira menyambut keislaman mereka. Buraidah mengajak Nabi
SAW dan rombongan hijrahnya untuk singgah di perkampungan mereka. Dan hampir
semua dari 82 keluarga yang mendiami lembah itu memeluk Islam sebelum waktu
isya, dan Nabi SAW berjamaah shalat isya bersama mereka.
Pada tahun
6 Hijriah, Nabi SAW memperoleh informasi bahwa Kabilah Bani Musthaliq menghimpun
kekuatan untuk memerangi kaum muslimin, beberapa kabilah Arab lainnya juga
bergabung dengan mereka. Karena itu beliau memerintahkan Buraidah bin Hushaib
melakukan kegiatan mata-mata untuk memastikan informasi tersebut. ia segera
berangkat melaksanakan tugas itu.
Tetapi tidak seperti umumnya
mata-mata yang melakukan kegiatannya dengan rahasia dan diam-diam, Buraidah mendatangi
Bani Musthaliq dan langsung menemui pemimpinnya, Harits bin Abu Dhirar yang
memang telah cukup dikenalnya. Entah strategi dan siasat macam apa yang
dilakukannya, sehingga ia memperoleh informasi yang lengkap dan akurat tanpa
dicurigai sebagai mata-mata, langsung dari sumber pertama dan utamanya. Bahkan
ia mengetahui mata-mata yang dikirimkan Harits bin Abu Dhirar untuk mengamati
pergerakan Rasulullah SAW dan kaum muslimin.
Atas informasi dari Buraidah
tersebut, Nabi SAW melakukan penangkapan terhadap mata-mata yang dikirim Bani
Musthaliq, dan segera mempersiapkan pasukan untuk diberangkatkan ke sana . Harist bin Abu
Dhirar sangat terkejut dengan serangan pasukan muslim yang sangat mendadak itu.
Mereka masih menunggu kabar yang dibawa oleh mata-mata yang dikirimkannya,
tetapi ternyata telah mendapat serangan dengan hebatnya. Beberapa kabilah Arab
lainnya yang bergabung dengan Bani Musthaliq itu segera lari tunggang langgang
menyelamatkan diri. Setelah melakukan serangan balasan yang tidak begitu
berarti, Harist bin Abu Dhirar terbunuh, dan Bani Musthaliq menyerah kalah.
Dalam riwayat lain disebutkan,
pasukan muslim melakukan pengepungan beberapa hari lamanya, dan akhirnya mereka
menyerah kalah sebelum terjadinya kontak senjata secara langsung. Putri Harist
bin Abu Dhirar, Juwairiyah binti Harist menjadi bagian ghanimah dan tawanan
Tsabit bin Qais. Ia kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW dengan mahar,
pembayaran kebebasannya dari tawanan Tsabit.
Pasukan terakhir yang dibentuk dan
dikirim Rasulullah SAW adalah pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid untuk
menyerang pasukan Romawi di daerah Palestina. Beberapa sahabat sempat keberatan
atas penunjukkan Usamah sebagai panglima pasukan, karena saat itu usianya masih
sangat muda, yakni 19 atau 20 tahun, sementara cukup banyak sahabat senior yang
lebih berpengalaman ikut dalam pasukan tersebut, termasuk Umar bin Khaththab.
Nabi SAW agak marah dengan “penolakan” Usamah tersebut. Dengan tegas beliau
memerintahkan Buraidah bin Hushaib membawa panji peperangan ke rumah Usamah,
sebagai penegasan keputusan yang tidak bisa diganggu gugat. Setelah
diterimanya, Usamah sebagai komandan pasukan, menetapkan Buraidah sebagai
pemegang panji tersebut. Tetapi pengiriman pasukan tersebut tertunda karena
wafatnya Rasulullah SAW, dan baru diteruskan setelah Abu Bakar ditetapkan
sebagai khalifah, dengan struktur dan formasi pasukan persis yang ditetapkan oleh
Nabi SAW.
Perkara Hidayah memang semuanya adalah milik Allah semata
BalasHapusHamba bersyukur mendapat agama islam ini semenjak saya dilahirkan
tapi ada juga orang kafir yang sudah mendapat hidayah untuk masuk islam tapi masih ragu.. hingga matinya ...
ya Robbi bagaimana lah keadaanya dihari akhir nanti.. mungkin penyesalan itu tidak akan pernah bisa ditebusnya dengan apapun..
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusCerita merapu ke apa?
BalasHapusKisah bani mustaliq,Rasulullah saw hidup lagi,berkahwin dgn anaknya Harith,ketua bani mustaliq..