Khaulah binti Tsa'labah adalah
istri dari Aus bin Shamit, saudara dari Sahabat Ubadah bin Shamit. Suatu ketika
dalam suatu perselisihan pendapat, Aus "menzhihar" Khaulah, yakni ia
berkata kepada istrinya, "Engkau bagiku adalah seperti punggung
ibuku..!"
Itu adalah ungkapan masyarakat Arab
jahiliah yang mengharamkan dirinya untuk mempergauli istrinya, yang artinya
menjatuhkan thalaq/cerai. Karena peristiwa tersebut, Khaulah mengadukan sikap
suaminya kepada Nabi SAW, ia berkata kepada beliau, "Ya Rasulullah, masa
mudaku telah berlalu, perutku telah keriput, aku telah tua bangka dan tidak
akan bisa melahirkan anak, tetapi suamiku telah menzhiharku…!!"
Rasulullah SAW tidak bisa
berkomentar banyak, kecuali menyatakan bahwa Khaulah telah haram bagi Aus,
suaminya tersebut, sesuai dengan kebiasaan masa jahiliah. Memang belum ada
aturan khusus tentang zhihar ini dalam Al Qur'an. Tampaknya Khaulah tidak cukup
puas dengan penjelasan Rasulullah SAW, tetapi ia juga sadar bahwa tidak mungkin
"memaksa" beliau memberi keputusan kalau tidak ada wahyu yang turun. Karena
itu dengan gencar ia berdoa, "Ya Allah, aku mengadukan persoalanku
kepada-Mu!!"
Ia terus menerus memanjatkan doanya
tersebut, sampai akhirnya Rasulullah SAW memanggilnya dan menyatakan telah
turun wahyu tentang persoalannya tersebut, yakni Surat al Mujadalah ayat 1 - 6.
Intinya adalah zhihar itu perbuatan yang munkar dan dusta yang sangat
terlarang, tetapi tidak berarti jatuhnya thalaq atau cerai seperti kebiasaan
jahiliah. Hanya saja seorang suami yang terlanjur "menzhihar"
istrinya tetap terlarang mempergaulinya sampai ia membayar kafarat, yakni
memerdekakan budak, atau berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan
60 orang miskin.
Ketika Nabi SAW memerintahkan
Khaulah memberitahukan suaminya, Aus bin Shamit, membayar atau melaksanakan
kafarat tersebut, ia berkata, "Wahai
Rasulullah , ia tidak
mempunyai budak untuk dibebaskan, ia juga tidak akan mampu berpuasa seperti itu
karena telah tua, ia-pun tidak memiliki harta untuk memberi makan 60 orang
miskin…!"
Nabi SAW tersenyum mendengar
penjelasan Khaulah, dan bersabda, "Aku akan membantu separuh dari
keseluruhan kurma yang harus disedekahkan suamimu..!!"
"Saya juga akan membantu
separuhnya lagi, ya Rasulullah..!!" Kata Khaulah pula.
Sekali lagi Nabi SAW tersenyum.
Sungguh tipikal seorang istri yang shalihah, walau ia telah
"disisihkan" dan disakiti, tetap saja ia membantu kesulitan suaminya
demi menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya. Beliau bersabda lagi,
"Baiklah, sedekahkanlah itu atas nama suamimu, kemudian nasehatilah anak
pamanmu (suamimu) itu, dengan nasehat yang baik (dengan menyampaikan wahyu yang
turun ini)…!!"
Dalam suatu kesempatan di masa
khalifah Umar, Khaulah pernah menghentikan Amirul Mukminin yang terkenal adil
itu di jalan, dan berkata, "Wahai Umar, dulu akulah orang yang menjagamu
di Pasar Ukazh selagi engkau sebagai Umair (Umar kecil) yang menggembala onta
dengan tongkatmu. Sekarang engkau telah menjadi Umar yang bergelar Amirul
Mukminin, karena itu hendaklah engkau bertakwa kepada Allah dalam menangani
urusan rakyat…."
Khaulah juga menambahkan berbagai
macam nasehat kepada Umar sang Khalifah, yang hanya berdiri menunduk
mendengarkan dengan cermat semua nasehat itu. Sampai akhirnya seorang lelaki
bernama al Jarud yang menyertai Umar berkata memotong ucapannya, "Wahai
perempuan, sungguh engkau telah terlalu banyak bicara kepada Amirul
Mukminin…!!"
Tetapi Umar justru menyalahkan Al
Jarud, katanya, "Biarkanlah dia, tahukah engkau siapa dia? Dia adalah
Khaulah, yang pengaduannya didengar Allah dari atas langit yang ke tujuh,
karena itu amat patut jika Umar mendengarkan nasehatnya…!!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar