Ketika
berlangsungnya Perang Uhud, Nabi SAW menerapkan strategi bertahan (defensif).
Tidak hanya karena jumlah pasukannya yang lebih kecil daripada kaum Quraisy, tetapi
terlebih karena pasukan muslimin baru saja mengalami ‘hantaman psikologis’
karena Abdullah bin Ubay bersama 300 pengikutnya tiba-tiba mundur (desersi), kembali
ke Madinah, setelah melihat pasukan Quraisy yang berkekuatan 3.000 orang. Sisa
700 pasukan muslimin yang sempat terguncang akhirnya kembali tegar, apalagi
dengan turunnya firman Allah, QS Ali Imran ayat 121-125, yang memerintahkan
mereka untuk tidak bergantung kepada manusia, tetapi lebih tawakkal kepada
Allah, seperti ketika terjadinya Perang Badar.
Nabi SAW
menempatkan satu pasukan di sayap kanan yang dipimpin oleh Mundzir bin Amr. Di
sayap kiri ada dua pasukan yang dipimpin Zubair bin Awwam dan Miqdad bin Aswad,
dan bertugas menghadang laju pasukan berkuda (kavaleri) Quraisy yang dipimpin
Khalid bin Walid. Sedangkan pada barisan terdepan terdapat para tokoh pemberani
dari kaum Muhajirin dan Anshar, seperti Hamzah bin Abdul Muthalib, Umar bin
Khaththab, Ali Bin Abi Thalib, Abu Dujanah, Sa’d bin Muadz, Usaid bin Hudhair,
dan lain-lainnya.
Di belakang
pasukan muslimin adalah gunung Uhud, dan di suatu bukit yang (di kemudian hari)
disebut Jabal Rumat, Nabi SAW menempatkan 50 orang pemanah ulung yang dipimpin
oleh Abdullah bin Jubair bin Nu’man al Anshary al Ausy. Beliau berpesan,
“Lindungilah kami dengan anak panah kalian, agar musuh tidak menyerang kami
dari belakang. Tetaplah di tempatmu, entah kita menang (di atas angin) ataupun
terdesak, agar kita tidak diserang dari arahmu!!”
Sekali lagi
beliau menegaskan perintahnya, “Lindungilah punggung kami, jika kalian melihat
kami sedang bertempur, maka kalian tidak perlu membantu kami. Jika kalian
melihat kami tengah mengumpulkan harta rampasan, maka janganlah kalian turun
bergabuing bersama kami!!”
Seolah-olah Nabi
SAW telah memperoleh gambaran akan apa yang akan terjadi dalam pertempuran itu,
sehingga beliau begitu menekankan perintah tersebut. Dalam riwayat lainnya
disebutkan, bahwa beliau bersabda, “Jika kalian melihat kami sedang disambar
burung sekalipun, janganlah kalian meninggalkan tempat itu, kecuali jika ada
utusanku yang datang menjemput kalian. Jika kalian melihat kami telah
mengalahkan musuh sekalipun, tetaplah di sana,
janganlah meninggalkan tempat itu, hingga ada utusanku yang datang kepada
kalian!!
Strategi
bertahan yang diterapkan Nabi SAW terbukti ampuh. Begitu pecah peperangan,
pasukan berkuda Quraisy yang terkenal handal, yang dipimpin seorang ahli
startegi pertempuran, Khalid bin Khalid mencoba merangsek dari sayap kiri,
tetapi mengalami kegagalan. Mereka tidak mampu menembus dua pasukan yang
dipimpin Zubair dan Miqdad, karena pada saat yang sama, Ibnu Jubair dan
pasukannya di atas bukit menghujani dengan anak panah.
Dengan keadaan
yang kokoh, dimana pasukan muslimin tidak bisa dimasuki musuh dari arah manapun
sehingga tetap menyatu, pasukan musyrik mengalami kekalahan telak. Mereka lari
tunggang-langgang dari arena peperangan, termasuk pasukan Khalid bin Walid, dan
meninggalkan harta dan barang bawaannya berserak di arena pertempuran demi
menyelamatkan nyawanya. Panji pertempuran mereka tergeletak setelah sepuluh
atau sebelas kali pembawanya yang mencoba tetap mengibarkannya tewas terbunuh.
Tentunya semua itu tidak terlepas dari pertolongan Allah SWT, di samping
strategi dan kedisiplinan yang dijalankan oleh seluruh pasukan muslimin.
Ketika
pertempuran hampir usai dan kemenangan hampir pasti di tangan, Nabi SAW tetap
saja memerintahkan agar pasukan bersiaga di tempatnya masing-masing. Tetapi
beberapa orang pemanah di atas bukit, yang area pemandangannya memang lebih
luas, tiba-tiba berteriak, “Harta rampasan, harta rampasan!! Teman-teman, kita
ini telah menang, apalagi yang kita tunggu!!”
Mungkin memang
tidak salah apa yang dikatakannya bahwa mereka telah menang, tetapi yang
dilupakan, mereka harus disiplin dan taat pada perintah komandannya. Abdullah
bin Jubair dengan tegas berkata, “Apakah kalian telah lupa apa yang dipesankan
Rasulullah kepada kalian??”
Tetapi mayoritas
dari mereka tidak memperdulikan peringatan itu. Tampaknya perasaan cinta
duniawiah (hubbud dunya) masih ada di hatinya. Mereka berkata, “Demi Allah,
kami benar-benar akan bergabung dengan mereka (pasukan inti) agar kami
mendapatkan bagian dari rampasan perang ini…!”
Empatpuluh orang
segera beranjak pergi meninggalkan bukit. Ibnu Jubair dengan sembilan temannya
yang tersisa berusaha keras menahannya tetapi tetap saja mereka pergi, sehingga
hanya tinggal mereka saja yang bertahan. Keadaan itu ternyata tidak lepas dari
pengamatan Khalid bin Walid, walau sebenarnya ia dan bala tentara Quraisy
lainnya telah cukup jauh meninggalkan arena pertempuran. Ia memerintahkan
pasukan berkudanya kembali ke arah Uhud, mengambil jalan memutar hingga langsung
berhadapan dengan pasukan panah Ibnu Jubair, yang tentu saja tidak mampu
menahan laju serangan seperti sebelumnya. Satu persatu mereka terkapar bersimbah
darah menemui syahidnya, demi mematuhi perintah Rasulullah SAW untuk tetap
bertahan di atas bukit, apapun yang terjadi.
Kemudian Khalid
bin Walid menyerang pasukan muslimin dari arah belakang hingga mereka porak
poranda. Pergerakan ini ternyata diikuti oleh pasukan Quraisy lainnya, yang
segera kembali ke arena pertempuran dan memborbardir kaum muslimin dengan
serangan dari segala arah. Seorang wanita Quraisy bernama Amrah binti Alqamah
al Haritsiyah segera mengambil panji pertempuran Quraisy dan mengibarkannya
sehingga semangat mereka kembali menyala. Kemenangan kaum muslimin yang tinggal
sedikit saja diraih, berbalik menjadi kekalahan hanya karena ketidak-disiplinan
dan ketidak patuhan 40 orang pemanah di bukit terhadap perintah Rasulullah SAW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar